Selasa, 28 April 2020

Dokter dan Pendeta

Dikala virus Corona menyerangku
Dokter hadir menolongku dan mengobatiku
Pendetaku stay at home jaga jarak dariku

Dokter memberiku vitamin dan obat menambah imunitas tubuh. 
Pendeta menyuruhku berbahasa roh menambah imunitas tubuh.

Dokter yg merawatku memberiku makan makanan bergizi, yg mengandung vitamin C dan D. 
Pendeta mengirimkan minyak urapan dan anggur perjamuan kudus bagiku. 

Tiap hari dokter hadir mengecek kesehatanku.
Tiap minggu pendeta himbau dengar khotbahnya lewat online. 

Dokter memegang tanganku, merasakan panas kepalaku.
Pendeta memegang HP dan WA denganku.

Dokter berkata engkau akan sembuh 
Pendeta berkata mukjizat akan terjadi

Dokter berkata semua pengobatan gratis ditanggung pemerintah.
Pendeta berkata jangan lupa transfer persembahannya. 

Aku pun pulang dan sehat kembali namun ku dengar dokter yg merawatku terinfeksi dan pergi selamaNya. 

Setelah sehat, pendeta pun datang ke rumah membesukku dan mengajakku berdoa bahasa roh. Saat itu aku tahu siapa sesungguhnya yg mengasihiku. 

Aku berpikir!
Dokter saja tidak takut kematian lalu mengapa pendetaku takut Corona.

Dokter tidak pernah berkata ia yakin mati masuk Sorga, ia hanya simpan dalam hatinya. Namun ia tidak pernah lari dari tanggung jawabnya walaupun kematian di depan mata.

Sedangkan pendetaku terus khotbah hidup adalah Kristus mati keuntungan. Dan ia berkata siap mati masuk Sorga namun mengapa ia menjauh dariku. 

Dari pengalamanku aku mengerti apa itu ketulusan, cinta kasih sesungguhnya. Aku mengerti apa itu profesionalitas dan apa itu kebohongan.

Aku pun mencari tahu siapa dokter itu sesungguhnya, kutemui isteri dan anak-anaknya dan akhirnya aku tahu dokter itu adalah seorang hamba Tuhan yg merintis gereja sederhana dirumahnya.

Tidak ada kesedihan yg mendalam dari wajah isterinya. Saya tanya mengapa? Isterinya menjawab "Kami memiliki iman yg sama dan kami pasti  kelak bertemu." 

Hanya sebuah renungan sebelum tidur.
John Sung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar