*Warga negara Dunia...*
Pasca mei 1998 banyak orang Indonesia punya warga negara ganda.
Maklum untuk jadi warga negara Singapore, Australia, Canada, dan bbrp negara tidak sulit. Hanya jutaan dollar deposit sudah bisa jadi warga negara. Atau dengan punya bisnis di Hong Kong kita sudah punya Permanent Residence (PR).
*"Mengapa anda harus punya dua warga negara?"* tanya saya kepada teman,
_"Dengan pasport negara tersebut kita bisa pergi ke Eropa dan Asia Pacifik tanpa visa. Dunia jadi tanpa sekat dengan aturan keimigrasian. Kemitraan bisnis tidak di halangani oleh bangsa dan mahzab atau etnis."_
_"Kita menjadi penduduk dunia."_
_"Kalau terjadi chaos di dalam negeri, kita tinggal datangi Hotel yang ada helipad, pihak kedutaan akan meng-evakuasi kita untuk pulang ke negera yang damai dan hukum tegak"._ Demikian katannya.
*"Apakah ini tidak mencerminkan nasionalisme?"* Kata saya.
Teman saya mengatakan :
_"Bagaimanapun kami di lahirkan di Indonesia,"_
_"Keluarga besar ada di Indonesia,"_
_"Sahabat terbaik ada di Indonesia,"_
_"Kampung halaman ada di Indonesia."_
_*"Ini tidak akan tergantikan dengan menjadi warga negara lain."*_
_"Namun *kami tidak mau ribut dan kami ingin damai.* Kalau chaos terjadi kami tidak ingin jadi gerombolan pengungsi seperti rakyat syiriah atau Irak. *Punya dua passport hanya cara menghindari amuk massa dan menjadi korban konyol akibat orang sakit jiwa ingin berkuasa."*_
*"Sejauh itukah kekawatiran anda?"* tanya saya.
_"Bagaimana tidak kawatir..?? Cobalah bayangkan kehidupan yang penuh damai di era Soeharto tapi hanya sekejab berubah jadi lautan api, orang marah membakar apa saja.. memperkosa dan merampok. Yang *konyolnya ketika chaos, hukum tidak berlaku.* Yang mati, yang di perkosa, di rompak jadi tumbal atas nama politik dan keadilan. Kejadian itu sangat membekas di dalam hati dan tak akan mudah hilang dalam ingatan. Jadi harap maklum bila kami punya dua warga negara._
*"Bukankah sekarang keadaan lebih baik?"* tanya saya untuk meyakinkan agar dia melupakan masa lalu.
_"Sekarang memang lebih baik namun apapun bisa saja terjadi. Karena masih banyak orang gila yang berkeliaran di luar sana. Coba bayangkan, mereka benci Ahok karena non islam tapi Jokowi yang islam juga mereka benci. Mereka benci orang tidak soleh tapi Archandra Tahar yang soleh di bully demi hukum. Tapi *ada bandar narkoba dan teroris yang jelas melanggar hukum, mereka bela setengah mati dan mati di elu-elukan bagai pahlawan.* Aparat diam saja melihat itu semua. Apakah ini tidak menakutkan. Apakah ini tidak mengkawatirkan?"_
*"Tapi bagaimanapun kini tetap lebih baik.."* kata saya kembali meyakinkan.
_"Kami percaya dan selalu ada harapan Indonesia akan baik baik saja tapi izinkan kami berhati-hati."_
_"Kalau punya dua warga negara itu melanggar hukum, dan lagi siapa peduli kami punya dua warga negara."_
_"Kami bukan pegawai atau elite politik atau orang yang makan dari APBN."_
_*"Kami tetap warga negara RI dan bayar pajak dari usaha kami di Indonesia."*_
_"Kalaupun kami harus bayar pajak di negara lain itulah harga kebebasan dari rasa kawatir."_
_"Kami hanya berusaha sebisa kami untuk mencari makan bersama sama saudara kami yang berbeda etnis di sini."_
_*"Kami hanya ingin melalui hidup damai di mana kami di lahirkan dan kalau bisa mati di sini."*_
Saya termenung lama. Di luar negeri saya membuka usaha. Di Rusia, China, Malaysia, Singapore dan Kazakhtan saya menjadi orang asing.
Walau saya menolak tawaran jadi warga negara mereka. Tapi tidak ada pejabat mempersulit saya. Tidak ada satupun warga negara nya mencurgai saya. Bahkan tanpa bawa modal, hanya bawa tekhnologi atau akses pasar international, mereka memberikan saya akses modal melalui perbankan mereka.
Bahkan kalau saya butuh tekhnologi yang rumit, lembaga riset mereka membantu sebisa mungkin agar saya tidak hengkang ke negara lain yang punya tekhnologi.
Di sini orang asing bawa tekhnologi dan modal malah di curigai dan di benci.
Semua negara hebat karena rakyat serta pemimpinnya punya visi sama sebagai masyarakat dunia untuk bersama sama tumbuh dan berkembang.
Dalam kerjasama APEC, semua pengusaha 21 negara APEC termasuk Indonesia berhak mempunyai *Business Travel Card* yang memungkinkan bebas masuk ke negara negara Asia Pasifik termasuk AS.
Ini sebagai bentuk bahwa dunia semakin borderless. dan saya walau punya Business Travel Card APEC tetap jadi warga negara Indonesia.
*"Mencintai bangsa adalah mencintai manusia dan mematuhi agama adalah mempertebal nilai nilai kemanusiaan."*
*"Mencintai kehidupan adalah mencintai Tuhan yang diaktualkan dari kehidupan yang damai dan memberikan rahmat bagi alam semesta."*
Kalau ini menjadi mindset kita berbangsa dan bernegara maka lambat laun rasa kawatir chaos akan terhalau maka kemerdekaan menjadi berkah tak terbilang.
Pasca mei 1998 banyak orang Indonesia punya warga negara ganda.
Maklum untuk jadi warga negara Singapore, Australia, Canada, dan bbrp negara tidak sulit. Hanya jutaan dollar deposit sudah bisa jadi warga negara. Atau dengan punya bisnis di Hong Kong kita sudah punya Permanent Residence (PR).
*"Mengapa anda harus punya dua warga negara?"* tanya saya kepada teman,
_"Dengan pasport negara tersebut kita bisa pergi ke Eropa dan Asia Pacifik tanpa visa. Dunia jadi tanpa sekat dengan aturan keimigrasian. Kemitraan bisnis tidak di halangani oleh bangsa dan mahzab atau etnis."_
_"Kita menjadi penduduk dunia."_
_"Kalau terjadi chaos di dalam negeri, kita tinggal datangi Hotel yang ada helipad, pihak kedutaan akan meng-evakuasi kita untuk pulang ke negera yang damai dan hukum tegak"._ Demikian katannya.
*"Apakah ini tidak mencerminkan nasionalisme?"* Kata saya.
Teman saya mengatakan :
_"Bagaimanapun kami di lahirkan di Indonesia,"_
_"Keluarga besar ada di Indonesia,"_
_"Sahabat terbaik ada di Indonesia,"_
_"Kampung halaman ada di Indonesia."_
_*"Ini tidak akan tergantikan dengan menjadi warga negara lain."*_
_"Namun *kami tidak mau ribut dan kami ingin damai.* Kalau chaos terjadi kami tidak ingin jadi gerombolan pengungsi seperti rakyat syiriah atau Irak. *Punya dua passport hanya cara menghindari amuk massa dan menjadi korban konyol akibat orang sakit jiwa ingin berkuasa."*_
*"Sejauh itukah kekawatiran anda?"* tanya saya.
_"Bagaimana tidak kawatir..?? Cobalah bayangkan kehidupan yang penuh damai di era Soeharto tapi hanya sekejab berubah jadi lautan api, orang marah membakar apa saja.. memperkosa dan merampok. Yang *konyolnya ketika chaos, hukum tidak berlaku.* Yang mati, yang di perkosa, di rompak jadi tumbal atas nama politik dan keadilan. Kejadian itu sangat membekas di dalam hati dan tak akan mudah hilang dalam ingatan. Jadi harap maklum bila kami punya dua warga negara._
*"Bukankah sekarang keadaan lebih baik?"* tanya saya untuk meyakinkan agar dia melupakan masa lalu.
_"Sekarang memang lebih baik namun apapun bisa saja terjadi. Karena masih banyak orang gila yang berkeliaran di luar sana. Coba bayangkan, mereka benci Ahok karena non islam tapi Jokowi yang islam juga mereka benci. Mereka benci orang tidak soleh tapi Archandra Tahar yang soleh di bully demi hukum. Tapi *ada bandar narkoba dan teroris yang jelas melanggar hukum, mereka bela setengah mati dan mati di elu-elukan bagai pahlawan.* Aparat diam saja melihat itu semua. Apakah ini tidak menakutkan. Apakah ini tidak mengkawatirkan?"_
*"Tapi bagaimanapun kini tetap lebih baik.."* kata saya kembali meyakinkan.
_"Kami percaya dan selalu ada harapan Indonesia akan baik baik saja tapi izinkan kami berhati-hati."_
_"Kalau punya dua warga negara itu melanggar hukum, dan lagi siapa peduli kami punya dua warga negara."_
_"Kami bukan pegawai atau elite politik atau orang yang makan dari APBN."_
_*"Kami tetap warga negara RI dan bayar pajak dari usaha kami di Indonesia."*_
_"Kalaupun kami harus bayar pajak di negara lain itulah harga kebebasan dari rasa kawatir."_
_"Kami hanya berusaha sebisa kami untuk mencari makan bersama sama saudara kami yang berbeda etnis di sini."_
_*"Kami hanya ingin melalui hidup damai di mana kami di lahirkan dan kalau bisa mati di sini."*_
Saya termenung lama. Di luar negeri saya membuka usaha. Di Rusia, China, Malaysia, Singapore dan Kazakhtan saya menjadi orang asing.
Walau saya menolak tawaran jadi warga negara mereka. Tapi tidak ada pejabat mempersulit saya. Tidak ada satupun warga negara nya mencurgai saya. Bahkan tanpa bawa modal, hanya bawa tekhnologi atau akses pasar international, mereka memberikan saya akses modal melalui perbankan mereka.
Bahkan kalau saya butuh tekhnologi yang rumit, lembaga riset mereka membantu sebisa mungkin agar saya tidak hengkang ke negara lain yang punya tekhnologi.
Di sini orang asing bawa tekhnologi dan modal malah di curigai dan di benci.
Semua negara hebat karena rakyat serta pemimpinnya punya visi sama sebagai masyarakat dunia untuk bersama sama tumbuh dan berkembang.
Dalam kerjasama APEC, semua pengusaha 21 negara APEC termasuk Indonesia berhak mempunyai *Business Travel Card* yang memungkinkan bebas masuk ke negara negara Asia Pasifik termasuk AS.
Ini sebagai bentuk bahwa dunia semakin borderless. dan saya walau punya Business Travel Card APEC tetap jadi warga negara Indonesia.
*"Mencintai bangsa adalah mencintai manusia dan mematuhi agama adalah mempertebal nilai nilai kemanusiaan."*
*"Mencintai kehidupan adalah mencintai Tuhan yang diaktualkan dari kehidupan yang damai dan memberikan rahmat bagi alam semesta."*
Kalau ini menjadi mindset kita berbangsa dan bernegara maka lambat laun rasa kawatir chaos akan terhalau maka kemerdekaan menjadi berkah tak terbilang.
Dikirim dari perangkat Samsung saya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar