Kamis, 05 Mei 2016

Senin, 29 Sep 2014 07:59 WIBhttp://mdn.biz.id/n/120299/Buah Markisa, Dibutuhkan tapi Tak Dikembangkan Tidak hanya menawarkan keindahan alamnya saja, Taman Simalem Resort (TSR) juga turut berpartisipasi memajukan sektor pertanian khususnya tanaman hortikultura yang hampir punah. Meski kesuburan tanah kurang mendukung untuk pengembangan pertanian, namun dengan mengusung konsep ramah lingkungan, serta mempertahankan kelestarian suatu komoditas, Taman Simalem mengembangkan tanaman markisa. Markisa merupaka


  • Senin, 29 Sep 2014 07:59 WIB
  • http://mdn.biz.id/n/120299/
  • Buah Markisa, Dibutuhkan tapi Tak Dikembangkan
Tidak hanya menawarkan keindahan alamnya saja, Taman Simalem Resort (TSR) juga turut berpartisipasi memajukan sektor pertanian khususnya tanaman hortikultura yang hampir punah. Meski kesuburan tanah kurang mendukung untuk pengembangan pertanian, namun dengan mengusung konsep ramah lingkungan, serta mempertahankan kelestarian suatu komoditas, Taman Simalem mengembangkan tanaman markisa.
Markisa merupakan salah satu jenis buah-buahan yang dikembangkan di lokasi objek wisata yang berlatar belakang Danau Toba itu. Ada sekitar  2,5 hektare tanaman markisa yang ditanam di sana, baik markisa asam maupun markisa bandung (markisa manis). 

Sayang, ketika MedanBisnis, berkunjung ke sana beberapa waktu lalu, tanaman lagi tidak berbuah. Sebagian karena masih baru direplanting (penanaman kembali) dengan umur tanaman sekitar 18 bulan. Sedangkan sebagian lagi sudah berumur 5 tahunan dan dua tahun lagi harus sudah direplanting.

"Sebagian besar tanaman merupakan tanaman baru. Karena sudah tidak produktif lagi jadi harus diganti. Tanaman markisa ini hanya bisa bertahan hingga umur 7 tahun setelah itu harus direplanting," kata Supervisor Agro Biwa dan Markisa Taman Simalem Resort Antoni Sembiring, kepada MedanBisnis di Taman Simalem Resort, Merek Kabupaten Karo belum lama ini.

Antoni yang didampingi Supervisor Agro Reslina Limbong, mengatakan, kondisi tanah yang kurang subur membuat produksi markisa yang mereka kembangkan sangat minim. Tanah yang digunakan untuk pengembangan sektor pertanian hortikultura termasuk tanah gersang. Di mana lapisan top soilnya hanya berkisar 3 cm saja dari permukaan tanah.

Karena itu, untuk membantu kesuburan tanah, penggunaan pupuk relatif tinggi berkisar 5 kg per batang yang diberikan empat bulan sekali. Tetapi, setiap bulan juga diberikan pupuk organik cair sebanyak 5 liter per pohon.

"Hanya saja, pupuk yang kami gunakan bukan pupuk kimia sintetik melainkan pupuk organik yang diolah sendiri, baik pupuk padatnya (NPK organik-red) maupun pupuk cairnya," kata Antoni.

Minimnya produksi buah markisa lanjut dia, juga diperparah dengan tingginya serangan hama lalat buah dan penyakit tanaman. Seperti jamur akar putih yang menyerang akar tanaman. Serangan ini mengakibatkan tanaman mati. Dan, tingkat kematiannya juga sangat tinggi.

Karena itu, untuk pengendalian jamur akar putih tersebut, mereka menggunakan jamur trichoderma yang dibuat sendiri dengan media tanam jagung pecah atau jagung pipil. Sedangkan untuk mengendalikan lalat buah, dilakukan dengan pembungkusan buah menggunakan plastik. 

"Itulah yang membuat produksi buah markisa kami baik markisa asam maupun markisa bandung sangat sedikit. Padahal, dari literatur seharusnya capaian produksi berkisar antara 20 - 30 kg per pohon per musim panen," jelasnya.

Namun, lanjut Antoni, yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana agar tanaman markisa ini bisa bertahan dan tidak punah mengingat semangat petani di Kabupaten Karo untuk mengembangkan markisa sangat minim.

"Itu tadi karena serangan hama dan penyakitnya sangat tinggi. Jadi, petani enggan untuk membudidayakannya. Kalaupun ada petani yang mengembangkan tanaman markisa jumlahnya sangat sedikit. Itu juga bisa dilihat dari total produksi buah markisa di Kabupaten Karo ini serta harga beli buah markisa yang lumayan mahal," ujarnya.

Kalau sedang tidak musim, sebut Antoni, harganya bisa mencapai Rp 25.000 per kg untuk markisa asam dan berkisar Rp 35.000 per kg untuk markisa bandung. "Saya melihat tanaman markisa ini memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan mengingat industri hilir seperti sirup markisa masih menghadapi kendala bahan baku," terangnya. 

Namun, yang terpenting adalah bagaimana pemerintah khususnya dinas terkait bisa mensosialisasikan tanaman ini serta membantu petani mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang tanaman. "Tanpa itu, tanaman markisa akan semakin ditinggalkan petani. Petani akan memilih tanaman yang dianggapnya mudah dalam perawatan serta cost yang rendah," tambah Antoni.  ( junita sianturi)


Dikirim dari perangkat Samsung saya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar