ANALISIS TATANIAGA MARKISAANALISIS TATANIAGA MARKISA UNGU DI KABUPATEN KARO (STUDI KASUS DESA SEBERAYA, KECAMATAN TIGAPANAH, KABUPATEN KARO, PROVINSI SUMATERA UTARA)
Abstract
Buah-buahan tropis merupakan komoditas pertanian yang potensial untuk dikembangkan. Pada tahun 2003 hingga tahun 2009 kebutuhan buah nasional secara rata-rata meningkat 6,5 persen per tahun (BPS 2010). Salah satu buah lokal yang diharapkan menjadi buah andalan adalah buah markisa. Jenis markisa yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia yaitu markisa ungu (Passiflora edulis) atau dikenal juga dengan nama markisa asam karena memiliki rasa asam dan manis dengan aroma yang khas. Markisa ungu diperdagangkan dalam bentuk buah segar dan dalam bentuk olahan yaitu sirup atau jus markisa. Salah satu provinsi sentra penghasil markisa ungu di Indonesia adalah Provinsi Sumatera Utara. Markisa ungu memiliki arti yang penting di Sumatera Utara karena berperan sebagai salah satu "trade mark". Sentra penghasil markisa di Sumatera Utara adalah Kabupaten Karo yang selama tahun 2005 hingga tahun 2009 secara rata-rata menghasilkan 63,5 persen per tahun terhadap total buah markisa yang dihasilkan di Sumatera Utara. Permasalahan yang dihadapi petani markisa ungu di Kabupaten Karo adalah daya tawar (bargaining power) yang rendah dibandingkan dengan lembaga tataniaga yang lain. Petani markisa sebagai price taker menghadapi harga jual yang berfluktuasi dan farmer's share yang rendah. Permasalahan tersebut dapat mengurangi motivasi petani dalam menanam markisa sehingga produksi markisa menurun. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi dan menganalisis tataniaga markisa ungu di Desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo; (2) menganalisis tingkat efisiensi tataniaga markisa ungu yang terjadi di Desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo dan alternatif saluran tataniaga. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena Desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah merupakan sentra penghasil markisa ungu di Kabupaten Karo. Penelitian di lapangan dilakukan pada Desember 2010 hingga Januari 2011. Pemilihan petani markisa ungu yang dijadikan sebagai responden dilakukan secara secara sengaja (purposive) yaitu 20 orang petani markisa ungu. Penentuan responden terhadap lembaga tataniaga markisa dilakukan dengan metode Snowball Sampling yaitu dengan cara mengikuti saluran tataniaga yang dilalui mulai dari petani hingga ke konsumen akhir. Metode analisis data dalam penelitian ini yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdapat delapan lembaga tataniaga selain petani markisa ungu yaitu pedagang pengumpul (perkoper), grosir, pedagang antar kota, pedagang pengecer, pabrik pengolah, toko minuman dan cafe minuman. Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani dan lembaga tataniaga adalah fungsi pertukaran berupa aktivitas pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa berupa aktivitas pengangkutan, pengemasan, penyimpanan dan pengolahan dan fungsi fasilitas yang dilakukan berupa kegiatan sortasi, pembiayaan, penanggungan risiko dan informasi pasar. Pada tahun 2010, buah markisa yang dijual oleh petani responden kepada pabrik pengolah sebanyak iv 18.000 kg (19,43 persen), kepada pedagang pengumpul sebanyak 52.080 kg (56,22 persen), kepada grosir sebanyak 19.200 kg (20,73 persen), kepada pedagang pengecer sebanyak 2.400 kg (2,59 persen) dan kepada cafe minuman sebanyak 960 kg (1,04 persen). Berdasarkan saluran penjualan dari tingkat petani hingga konsumen akhir dapat diketahui bahwa terdapat tujuh saluran pemasaran markisa ungu. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani yang menjual kepada pabrik pengolah adalah cenderung monopsoni dan petani yang menjual kepada grosir, pedagang pengecer dan café minuman menghadapi struktur pasar oligopsoni tidak terdeferensiasi sedangkan petani yang menjual kepada pedagang pengumpul menghadapi struktur pasar yang cenderung pasar persaingan (competitive market). Grosir sebagai penjual kepada pabrik pengolah menghadapi struktur pasar monopsoni sedangkan sebagai penjual kepada pedagang antar kota menghadapi struktur pasar oligopoli terdeferensiasi. Perilaku pasar dalam sistem penentuan harga yaitu pabrik pengolah sangat berperan dalam menentukan harga yang berlaku di pasar. Petani markisa memiliki daya tawar (bargaining power) yang rendah sebagai individu ketika berhadapan dengan lembaga tataniaga lain khususnya pabrik pengolah Analisis efisiensi saluran tataniaga berdasarkan nilai marjin tataniaga, farmer's share dan penyebaran nilai rasio keuntungan terhadap biaya, harga jual oleh petani dan volume markisa yang dapat ditampung. Saluran tataniaga yang paling efisien secara relatif dibandingkan dengan saluran tataniaga yang lain dengan produk akhir sirup markisa adalah saluran tataniaga 1. Pada saluran tataniaga 1 nilai farmer's share 18,75 persen, marjin tataniaga 81,25 persen, penerimaan bersih petani Rp 2.710/kg dan menampung 19,43 persen volume markisa yang dihasilkan petani dengan nilai penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya relatif merata. Saluran tataniaga yang efisien secara relatif dengan produk akhir buah markisa adalah saluran tataniaga 5. Pada saluran tataniaga 5 nilai farmer's share 43,07 persen, marjin tataniaga 56,93 persen, penerimaan bersih petani Rp 2.600/kg. Saluran tataniaga 7 dengan produk akhir jus markisa memiliki penerimaan bersih petani yang terbesar yaitu Rp 5.400/kg tetapi hanya dapat menampung 1,04 persen volume markisa yang dihasilkan oleh petani. Secara keseluruhan, saluran tataniaga 1 merupakan saluran tataniaga yang paling efisien secara relatif jika dibandingkan dengan saluran tataniaga lain. Saran penulis, alternatif saluran tataniaga markisa ungu dapat dibentuk jika para petani markisa ungu membentuk suatu perkumpulan berupa kelompok tani atau koperasi. Melalui organisasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan penerimaan dan daya tawar (bargaining power) petani ketika menjual dan melakukan negosiasi harga jual dengan pabrik pengolah. Lembaga ini dapat membentuk perjanjian kerjasama sebagai suplyer (pemasok) bahan baku pabrik pengolah sirup markisa maupun kepada pedagang pengecer. Para petani markisa akan mendapat kepastian harga jual (tidak berfluktuasi) dan pabrik pengolah akan mendapat kepastian ketersediaan bahan baku serta ketersediaan pasokan bagi pedagang pengecer. Selain menjual kepada pabrik pengolah, koperasi juga dapat menjual kepada pedagang pengecer lokal maupun yang di luar kota. Dalam jangka panjang, unit usaha koperasi yang dibentuk dapat melakukan fungsi pengolahan sari atau sirup markisa dalam upaya meningkatkan nilai tambah buah markisa ungu.
Collections
- UT - Agribusiness [2202]
UNGU DI KABUPATEN KARO (STUDI KASUS DESA SEBERAYA, KECAMATAN TIGAPANAH, KABUPATEN KARO, PROVINSI SUMATERA UTARA)
Abstract
Buah-buahan tropis merupakan komoditas pertanian yang potensial untuk dikembangkan. Pada tahun 2003 hingga tahun 2009 kebutuhan buah nasional secara rata-rata meningkat 6,5 persen per tahun (BPS 2010). Salah satu buah lokal yang diharapkan menjadi buah andalan adalah buah markisa. Jenis markisa yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia yaitu markisa ungu (Passiflora edulis) atau dikenal juga dengan nama markisa asam karena memiliki rasa asam dan manis dengan aroma yang khas. Markisa ungu diperdagangkan dalam bentuk buah segar dan dalam bentuk olahan yaitu sirup atau jus markisa. Salah satu provinsi sentra penghasil markisa ungu di Indonesia adalah Provinsi Sumatera Utara. Markisa ungu memiliki arti yang penting di Sumatera Utara karena berperan sebagai salah satu "trade mark". Sentra penghasil markisa di Sumatera Utara adalah Kabupaten Karo yang selama tahun 2005 hingga tahun 2009 secara rata-rata menghasilkan 63,5 persen per tahun terhadap total buah markisa yang dihasilkan di Sumatera Utara. Permasalahan yang dihadapi petani markisa ungu di Kabupaten Karo adalah daya tawar (bargaining power) yang rendah dibandingkan dengan lembaga tataniaga yang lain. Petani markisa sebagai price taker menghadapi harga jual yang berfluktuasi dan farmer's share yang rendah. Permasalahan tersebut dapat mengurangi motivasi petani dalam menanam markisa sehingga produksi markisa menurun. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi dan menganalisis tataniaga markisa ungu di Desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo; (2) menganalisis tingkat efisiensi tataniaga markisa ungu yang terjadi di Desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo dan alternatif saluran tataniaga. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena Desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah merupakan sentra penghasil markisa ungu di Kabupaten Karo. Penelitian di lapangan dilakukan pada Desember 2010 hingga Januari 2011. Pemilihan petani markisa ungu yang dijadikan sebagai responden dilakukan secara secara sengaja (purposive) yaitu 20 orang petani markisa ungu. Penentuan responden terhadap lembaga tataniaga markisa dilakukan dengan metode Snowball Sampling yaitu dengan cara mengikuti saluran tataniaga yang dilalui mulai dari petani hingga ke konsumen akhir. Metode analisis data dalam penelitian ini yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdapat delapan lembaga tataniaga selain petani markisa ungu yaitu pedagang pengumpul (perkoper), grosir, pedagang antar kota, pedagang pengecer, pabrik pengolah, toko minuman dan cafe minuman. Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani dan lembaga tataniaga adalah fungsi pertukaran berupa aktivitas pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa berupa aktivitas pengangkutan, pengemasan, penyimpanan dan pengolahan dan fungsi fasilitas yang dilakukan berupa kegiatan sortasi, pembiayaan, penanggungan risiko dan informasi pasar. Pada tahun 2010, buah markisa yang dijual oleh petani responden kepada pabrik pengolah sebanyak iv 18.000 kg (19,43 persen), kepada pedagang pengumpul sebanyak 52.080 kg (56,22 persen), kepada grosir sebanyak 19.200 kg (20,73 persen), kepada pedagang pengecer sebanyak 2.400 kg (2,59 persen) dan kepada cafe minuman sebanyak 960 kg (1,04 persen). Berdasarkan saluran penjualan dari tingkat petani hingga konsumen akhir dapat diketahui bahwa terdapat tujuh saluran pemasaran markisa ungu. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani yang menjual kepada pabrik pengolah adalah cenderung monopsoni dan petani yang menjual kepada grosir, pedagang pengecer dan café minuman menghadapi struktur pasar oligopsoni tidak terdeferensiasi sedangkan petani yang menjual kepada pedagang pengumpul menghadapi struktur pasar yang cenderung pasar persaingan (competitive market). Grosir sebagai penjual kepada pabrik pengolah menghadapi struktur pasar monopsoni sedangkan sebagai penjual kepada pedagang antar kota menghadapi struktur pasar oligopoli terdeferensiasi. Perilaku pasar dalam sistem penentuan harga yaitu pabrik pengolah sangat berperan dalam menentukan harga yang berlaku di pasar. Petani markisa memiliki daya tawar (bargaining power) yang rendah sebagai individu ketika berhadapan dengan lembaga tataniaga lain khususnya pabrik pengolah Analisis efisiensi saluran tataniaga berdasarkan nilai marjin tataniaga, farmer's share dan penyebaran nilai rasio keuntungan terhadap biaya, harga jual oleh petani dan volume markisa yang dapat ditampung. Saluran tataniaga yang paling efisien secara relatif dibandingkan dengan saluran tataniaga yang lain dengan produk akhir sirup markisa adalah saluran tataniaga 1. Pada saluran tataniaga 1 nilai farmer's share 18,75 persen, marjin tataniaga 81,25 persen, penerimaan bersih petani Rp 2.710/kg dan menampung 19,43 persen volume markisa yang dihasilkan petani dengan nilai penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya relatif merata. Saluran tataniaga yang efisien secara relatif dengan produk akhir buah markisa adalah saluran tataniaga 5. Pada saluran tataniaga 5 nilai farmer's share 43,07 persen, marjin tataniaga 56,93 persen, penerimaan bersih petani Rp 2.600/kg. Saluran tataniaga 7 dengan produk akhir jus markisa memiliki penerimaan bersih petani yang terbesar yaitu Rp 5.400/kg tetapi hanya dapat menampung 1,04 persen volume markisa yang dihasilkan oleh petani. Secara keseluruhan, saluran tataniaga 1 merupakan saluran tataniaga yang paling efisien secara relatif jika dibandingkan dengan saluran tataniaga lain. Saran penulis, alternatif saluran tataniaga markisa ungu dapat dibentuk jika para petani markisa ungu membentuk suatu perkumpulan berupa kelompok tani atau koperasi. Melalui organisasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan penerimaan dan daya tawar (bargaining power) petani ketika menjual dan melakukan negosiasi harga jual dengan pabrik pengolah. Lembaga ini dapat membentuk perjanjian kerjasama sebagai suplyer (pemasok) bahan baku pabrik pengolah sirup markisa maupun kepada pedagang pengecer. Para petani markisa akan mendapat kepastian harga jual (tidak berfluktuasi) dan pabrik pengolah akan mendapat kepastian ketersediaan bahan baku serta ketersediaan pasokan bagi pedagang pengecer. Selain menjual kepada pabrik pengolah, koperasi juga dapat menjual kepada pedagang pengecer lokal maupun yang di luar kota. Dalam jangka panjang, unit usaha koperasi yang dibentuk dapat melakukan fungsi pengolahan sari atau sirup markisa dalam upaya meningkatkan nilai tambah buah markisa ungu.
Collections
- UT - Agribusiness [2202]
Dikirim dari perangkat Samsung saya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar