Rabu, 23 Maret 2016

Nenek Ini Bersedih Dipidana Dua Putranya


Nenek Ini Bersedih Dipidana Dua Putranya
JUM'AT, 20 MARET 2015 | 07:23 WIB

REUTERS/Jose Manuel Ribeiro
TEMPO.CO, Jakarta - Suara Kentjana Sutjiawan alias Hsieh Lie Ken tersendat ketika menceritakan ulah dua putra kandungnya, Edhi Sujono Muliadi dan Suwito Muliadi. "Keduanya menekan dan menuntut saya agar harta dikuasai mereka," kata perempuan 82 tahun itu di Restoran Sari Kuring, Jakarta Selatan, Kamis, 19 Maret 2015.

Tuntutan yang dilakukan putra pertamanya, Edhi, dan putra kelimanya, Suwito, dialamatkan kepada Kentjana demi mendapatkan tiga bidang tanah miliknya.

Kentjana mengatakan tuntutan dilakukan Edhi dan Suwito terkait dengan tiga aset milik Kentjana di Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Ia mengatakan kedua putranya itu berusaha menguasai tanah seluas 124 meter persegi yang terletak di Jalan Kemurnian VI Nomor 57, Kelurahan Glodok, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat.

Edhi dan Suwito juga berupaya merebut tanah seluas 3.130 meter persegi milik Kentjana yang terletak di Jalan Gedong Panjang Nomor 47, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.

Di tanah milik Kentjana tersebut saat ini didirikan bangunan tujuh tingkat yang berfungsi sebagai rumah duka bernama Heaven. Bangunan rumah duka tersebut didirikan Suwito sejak tahun 2008 tanpa seizin Kentjana selaku pemilik tanah.

Selain itu, keduanya berusaha merebut sebidang tanah berukuran 2.000 meter persegi milik Kentjana di Jalan Gedong Panjang Nomor 47, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara. Ia mengatakan kedua putranya tersebut berdalih ketiga tanah itu merupakan harta warisan bagi mereka dari Hadi Sumitro alias Lie Tjin Mie, suami Kentjana.

"Sedangkan surat wasiat hanya mewariskan dua perusahaan sekaligus merek dagang peti mati milik keluarga bagi keenam anak kami," kata perempuan yang lahir di Jakarta pada 7 Mei 1932 itu.

Ia mengatakan surat wasiat yang dibuat suaminya tahun 1971 tersebut hanya mencantumkan penghibahan merek dagang Nam Hiung dan Hiap Djie Hoo sebagai harta warisan dalam wasiat, dan tidak menghibahkan aset berupa tanah atau bangunan apa pun.

Kentjana mengatakan ketiga tanah yang diperebutkan dua putranya itu merupakan aset miliknya, yang baru dia beli tahun 1973-1975, setelah suaminya—Hadi Sumitro—meninggal pada tahun 1971. "Semua toko saya dulu hanya sewa. Saya baru beli tiga tempat itu setelah suami meninggal," katanya.

MAYA NAWANGWULAN
Dikirim dari perangkat Samsung saya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar