Minggu, 23 April 2017

Catatan tentang Ahok.


Monday, December 5, 2016

Catatan tentang Ahok.


Saya bukan penduduk Jakarta. Saya penduduk Banten atau tepatnya Kotamadya Tangerang. Apa urusannya dengan Pilkada DKI. Toh siapapun yang terpilih tidak ada hubungannya dengan perbaikan kota saya. Di samping itu bisnis saya tidak ada kaitannya dengan proyek Pemda, atau tidak memerlukan izin dari Pemda seperti buka restoran, atau cafe atau tempat hiburan atau property. Namun teman saya banyak yang bersinggungan dengan Pemrof DKI. Mereka umumnya adalah pengusaha property, tempat hiburan, restoran. Ketika Ahok di calonkan sebagai Wagub berpasangan dengan Jokowi, mereka sangat antusias memberikan dukungan kepada Ahok. Alasannya lebih kepada kesamaan etnis dan Ahok di kenal sebagai pengusaha. Tentu harapan mereka, Ahok  akan lebih flexible untuk melancarkan bisnis mereka di DKI. Tentu dukungan mereka di terima dengan senang hati oleh Ahok. Saya pernah di undang oleh teman untuk hadir dalam suatu acara di sebuah restoran di daerah jakarta Utara. Acara itu di gagas oleh etnis keturunan berasal dari satu salah kota di sumatera. Nampak sekali mereka bersemangat memberikan dukungan kepada Ahok. Tapi sebagai pebisnis, saya perhatikan wajah Ahok bukan tipe orang yang mudah di taklukan. Walau senyumnya terkesan ringan namun raut wajahnya tidak menyiratkan hatinya lemah. Nampak bagi saya dia adalah tipe orang yang realistis dan rasional. 

" Lue engga bisa berharap terlalu banyak dari Ahok. " itu kata saya kepada teman yang tak pernah saya lupa. Namun teman itu begitu yakinnya bahwa kemenangan Ahok adalah peluang bagi masa depannya. Berlalunya waktu, teman saya sudah jarang sekali bicara tentang Ahok. Apalagi restoran yang tadinya berdiri di lahan Pemrof terpaksa di tutup setelah habis waktunya. Karena Pemrof tidak ingin memperpanjang sesuai dengan kontrak gubernur sebelumnya. Ahok ingin kontrak di rubah untuk semakin besar keuntungan bagi Pemrof.  Ketika teman saya meminta ahok mempertimbangkan, dengan enteng Ahok, bilang " Lue teman gua, seharusnya lue bantu gua gimana Pemrof dapat PAD sebanyak mungkin untuk membiayai program sosial. Kalau lue pengen untung sendiri ya gua engga bisa."  Teman itu sangat kecewa dan tentu dia memutuskan keluar dari lingkaran persahabatan dengan Ahok. 

Keluhan teman itu juga di rasakan oleh teman lain yang bergerak di bidang property. Ahok tidak akan keluarkan izin peruntukan lahan ( SP3L) sebelum membayar jaminan untuk fasum. Mengapa ? Pengalaman gubernur sebelumnya ternyata dari 2000 surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT) yang dikeluarkan tahun 2013, hanya 14 persen pengembang yang sudah memenuhi fasos-fasum. Sisanya yang 86 persen belum di bayar alias nunggak, yang pada tahun 2010 saja, siap di tagih senilai Rp 80 trilyun dari 28 Pengembang. Sementara, Pemprov DKI tidak pernah melakukan penagihan secara masif sehingga kewajiban pengembang itu makin lama makin menggunung. Karena memang  berdasarkan peraturan pemerintah tidak ada sanksi yang tegas bagi penunggak. Itu sebabnya soal kewajiban membayar ini menjadi lahan empuk bagi Gubernur sebelum Jokowi dan Ahok untuk memenuhi pundi partai.

Namun di era Ahok, upaya penagihan itu di lakukan dengan  segala cara. Cara yang di tempuhnya adalah tidak akan memberikan izin kepada para pengembang yang masih menunggak kewajiban fasos fasum pada proyek sebelumnya. Tentu ini mendulang protes dari 28 pengembang raksasa  yang sebagian besar adalah pendukungnya tadi waktu Pilkada. Tapi Ahok tetap konsisten. Bahkan Bakrieland milik ketua dewan pembina Golkar di ancam cabut izinnya karena tidak mampu bayar tagihan fasum fasos. Dia sadar bahwa setiap kebijakan tentu tidak bisa memuaskan semua pihak. Dari kebijakan keras inilah Ahok mendapatkan PAD yang besar untuk melancarkan program pembangunan rumah susun bagi warga yang terkena relokasi. Selama dia menjabat telah lebih dari 20.000 unit Rusun di bangunnya. Tahun 2017 di rencanakan akan membangun 50,000 unit. Ini tidak pernah terjadi pada gubernur sebelumnya.

Teman pengusaha Restoran dan tempat hiburan juga mulai gerah dengan kebijakan Ahok yang menerapkan pajak secara online dengan menggandeng bank pemilik sistem IDC. Dengan sistem ini maka ribuan restoran dan tempat hiburan terhubung secara online setiap transaksi yang mereka lakukan dengan konsumen. Jadi tidak bisa lagi pemilik  restoran atau tempat hiburan berkelit atau kong kalikong dengan petugas pajak dengan manbayar pajak yang "diatur' agar tidak sesuai dengan kenyataan. Kini orang kaya di DKI semakin di peras oleh Ahok, kata teman saya. Mengapa ?Ahok menetapkan pajak progresif atas kepemilikan kendaraan. Artinya semakin banyak kendaraan pribadi semakin besar pajaknya. Ahok juga melakukan penyesuaian nilai Zona Nilai Tanah (ZNT) dan pemuktahiran basis data Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2). Artinya semakin elite dan mahal tempat atau lokasi semakin mahal PBB nya. Namun bagi pemilik rumah dan tanah di bawah ketentuan nilai NJOP di bebaskan pajak. Di sini nampak Ahok menerapkan unsur keadilan.

itu sebabnya sejak tahun 2013 PAD DKI sebesar Rp. 26,6 Triliun, lalu tahun 2014 menjadi 39,5 Triliiun, Tahun 2015 mencapai Rp. 44,20 Triliun. Artinya terus meningkat. Walau target penerimaan PAD di bawah realisasi, namun dari tahun ke tahun Ahok terus meninggikan target PAD. Mengapa tetap tinggi?. Ini adalah bagian dari politik anggaran. Jadi estimasi pajak yang tinggi itu karena dasarnya adalah upaya serius pemrof secara politik memperluas basis pemajakan dan mengadopsi kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan. Kombinasi dari kedua kebijakan tersebut akan meningkatkan persepsi masyarakat terhadap keadilan dalam struktur pajak, mengurangi polarisasi, dan memperbaiki kapasitas.  Kalaupun tidak tercapai target maka bukan berarti itu salah. Kebijakan harus konsisten dengan tetap meninggikan estimasi pajak agar DPRD  membuat PERDA yang bertumpu kepada pengurangan ketimpangan penghasilan di masyarakat dengan memperluas basis pemajakan. Juga memaksa Ahok harus memperbaiki kinerja PNS DKI. Karena dia sadar sebagian besar pembiayaan pembangunan DKI dari pajak rakyat. Dan dia harus membangun trust di hadapan rakyat dengan memberikan kinerja terbaik bagi rakyat. 

Karena sumber pendapatan asli daerah terus meningkat maka berbagai program sosial dan program unggulan membenahi jakarta sebagai kota modern yang religius dapat di laksanakan. Mungkin karena kebijakannya itulah mengapa dia punya musuh dimana mana dan teman yang tadi mendukung memilih menjaga jarak dengannya. " Engga ada untungnya temanan dengan Ahok. Semakin berteman semakin dia gencet kita. Capek lah" Demikian kata teman saya tentang Ahok. Bahkan Anggota DPRD dan pejabat SKPD tidak punya ruang untuk berkolusi dengan pengusaha untuk mendapatkan kemudahan dan keuntungan dari APBD. Ahok sangat keras dan tidak bisa di ajak kompromi soal itu. Makanya brangkas partai semakin kering karena sikap Ahok itu. Jadi sungguh lucu dan aneh kalau ada orang bilang Ahok di dukung taipan 9 naga atau proxy aseng. Justru  di pengadilan di mana AHok sebagai Saksi kasus Sanusi terbukti kebijakan Ahok merugikan pengembang dan menguntungkan pemrof DKI di mana mendapatkan dana di luar APBD untuk membiayai program pembangunan Giant Sea Wall.

Seorang teman konsultan perkotaan saya tanya apa sebetulnya kelebihan Ahok? Ini penting saya ketahui. Karena program yang telah dia lakukan itu dananya bersumber dari APBN dan  siapapun bisa melakukannya. Mengapa Ahok dapat melakukan hal yang berbeda di bandingkan gubernur sebelumnya?. Dan terkesan pembangunan di DKI tidak pernah henti dan ini di rasakan oleh penduduk DKI. Menurut teman saya bahwa kelebihan Ahok ada pada keberaniannya melakukan kreatifitas untuk mendapatkan solusi dari keterbatasan APBD. Keberanian ini tidak semua Kepala Daerah punya. Ahok punya keberanian karena dia jujur dan selalu transfarance. Sehingga siapapun bisa mengawasinya. Dia tidak perlu takut selagi apa yang dia lakukan tidak untuk kepentingan pribadi dan semua karena untuk rakyat DKI. 

Apa dasar hukum Ahok melakukan kreatifitas itu? menurut teman saya itu diatur dalam UU Administrasi Pemerintah Nomor 30 Tahun 2014. Sehingga, Sebagai Gubernur, Ahok mempunyai hak diskrisi untuk mengeluarkan kebijakan di luar aturan yang ada selagi itu untuk kepentingan Pemrof. Makanya kreatifitas Ahok tinggi sekali mendapatkan sumber dana mengatasi stagnan program pembangunan karena APBD yang terbatas. Dari dana itulah  program pengerukan sungai , program reklamasi, penyediaan fasilitas terbuka untuk publik, dan lain sebagainya di biayai. Ahok juga punya hak memperluas rincian mata anggaran agar tidak mudah di korup oleh SKPD. Dampaknya dia bisa menghemat anggaran triliunan dana APBD. Walau karena itu realisasi anggaran menjadi rendah. Itu lebih baik daripada tinggi tapi di korup. Sisa anggaran bisa di gunakan untuk tahun anggaran berikutnya. Tapi dengan realisasi anggaran yang rendah itu , kinerjanya lebih baik di bandingkan dengan Gubernur sebelumnya yang tingkat realisasi anggaran diatas 90%. Silahkan nilai sendiri , kemana anggaran yang di realisasikan itu.

Sebagai pengusaha saya hanya melihat dari sisi financial solution. Apapun organisasi,  selagi dia mampu mengelola dengan baik sumber sumber yang terbatas untuk mendatangkan penghasilan agar cash flow terjaga sesuai dengan rencana dan program yang ada maka organisasi itu akan tumbuh sehat dan perubahan kearah yang lebih baik dapat di raih. Itulah kelebihan Ahok.  Walau Ahok tidak sempurna namun dia memberikan warna tersendiri dalam tata kelola pemerintahan daerah. Karena sebagian besar Gubernur atau kepala Daerah di Indonesia terjebak dengan cara cara normatif. Padahal sehebat apapun program kerja namun apabila pemimpin tidak mampu mengelola sumber daya yang terbatas karena kreatifitas yang rendah dan tidak bersifat solutif maka akan menimbulkan frustrasi bagi anggota organisasi. Apalagi hanya mengandalkan APBD dengan kontribusi APBN dan mengelolanya dengan cara normatif . Memang cara ini tidak beresiko namun tidak banyak yang bisa di lakukan untuk perubahan yang lebih baik. Itulah yang saya kawatirkan bila bukan Ahok yang jadi Gubernur DKI.

Dengan tulisan ini saya harap warga Jakarta  dapat memahami bahwa semakin di benci seseorang karena kebijakannya itu tandanya dia orang yang berbuat untuk perubahan yang lebih baik. Karena merubah status quo itu engga mudah , apalagi memaksa orang keluar dari comfort zone juga tidak mudah. Jangan ragu dengan orang yang di benci karena dia kontroversial, lain halnya bila dia terbukti korup. Hidup adalah pilihan dan semua orang berhak menentukan pilihannya. Saya sendiri tidak bisa menjamin Ahok lebih baik di bandingkan calon lannya. Silahkan bersikap, wahai warga DKI. Di tangan andalah masa depan Jakarta.

No comments:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar