Oleh : Ayik Heriansyah – LD PWNU Jabar
Keputusan pemerintah melarang organisasi, kegiatan dan simbol-simbol Front Pembela Islam (FPI) hadiah tahun baru bagi umat beragama di Indonesia. Sudah lama FPI dirasakan mengganggu keamanan, ketertiban dan kenyaman masyarakat. Masyarakat risih, namun sungkan dan masih menghormati simbol-simbol agama yang digunakan FPI.
FPI organisasi yang tidak jelas apa maunya. Mau Khilafah, tapi model khilafahnya tidak jelas. Ketemu ISIS, menyatakan mendukung ISIS, ketemu PKS menyatakan mendukung PKS, ketemu HTI menyatakan mendukung HTI. Sedangkan kesemuanya itu mempunyai model khilafah yang berbeda-beda.
Ketika ditanya soal NKRI Bersyariah, konsepnya pun tidak jelas. Hanya jargon, karena kadung menolak ke-syar'i-an pemerintah NKRI, di sisi lain mau menyebut khilafah lebih tidak jelas lagi konsepnya. FPI sebenarnya terjebak dalam kejahilan mereka sendiri.
Pelarangan FPI merupakan kemenangan bagi umat beragama di Indonesia, bukan hanya Islam. Narasi dan opini politik identitas yang mereka mainkan sangat berbahaya bagi kohesi sosial dan integrasi bangsa. Misalnya Habib versus non habib. Islam versus kafir. Pembela Islam versus komunis. Khilafah versus NKRI.
Disengaja atau tidak, propaganda FPI telah membentuk habitus, membangun persepsi di alam bawah sadar dan menciptakan suasan batin anti pemerintah yang sah. FPI melakukan radikalisasi massa yang berujung pada aksi teror. Dibuktikan oleh tiga puluhan pelaku teror berlatar belakang FPI.
Pelarangan FPI dalam rangka menghentikan radikalisasi masyarakat. Mengutip materi Direktur Pencegahan BNPT Brigjen. Pol. R. Ahmad Nurwakhid, SE, MM pada Sarasehan dan Muhasabah Gugus Tugas Pemuka Agama BNPT, 28-30 Desember 2020 di Hotel Millenium Jakarta, bahwa, semua negara di dunia menghadapi ancaman terorisme yang lahir dari radikalisme berbasis suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).
Sejatinya, radikalisme dan terorisme tidak ada hubungannya dengan ajaran agama dan tidak ada kaitannya dengan kedalaman iman, ketaqwaan dan kedekatannya umat beragama kepada Tuhan. Karena kedalaman iman, ketaqwaan dan kedekatan dengan Tuhan adalah masalah hati. Bukan masalah politik, pemerintahan dan negara. Iman dan taqwa bersifat imanen (ada di dalam diri).
Oleh karena itu, radikalisme dan terorisme atas nama agama menjadi "fitnah" bagi agama dan umatnya. Sedangkan hal tersebut sebenarnya tidak sesuai dengan substansi dan tujuan agama itu sendiri. Tentu saja merugikan dan akan memecah belah umat beragama, serta merusak citra agama-agama. Radikalisme dan terorisme menjadi masalah bagi semua agama.
Pembubaran FPI tidak melanggar prinsip kebebasan berkumpul/berserikat di era demokrasi. Pelarangan FPI, bukan pelarangan Islam. Apalagi kebencian kepada Islam. Saya islam sejak lahir. Saya bukan FPI. Saya bebas menjalankan agama saya.
Bukan saja bebas menjalankan ibadah mahdlah (ritual), saya juga bebas menjalankan ibadah muamalah dan siyasah. Saya beribadah siyasah sebagai warga negara dengan mentaati pemerintah sepanjang bukan maksiat. Saya berbeda pendapat fiqih dengan FPI, saya mengikuti pendapat jumhur ulama bahwa NKRI dan pemerintahannya absah secara syar'i, ulil amri yang wajib ditaati.
Selamat tinggal tahun 2020. Selamat tinggal FPI.
Selamat datang tahun 2021. Selamat datang kemenangan umat beragama.
Oleh : Ayik Heriansyah – LD PWNU Jabar
https://mudanews.com/jawa-barat/2020/12/31/tahun-baru-tanpa-fpi-kemenangan-umat-beragama/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar