Rabu, 11 Mei 2022

Suamiku Jadul Part 6

Dalam hati aku bersorak, mulut nyinyir saudara akan kubungkam, rumah besar akan kubeli, mobil pun akan kubeli. Akan tetapi bila kulakukan itu apa bedanya aku dengan mereka? mereka rela terjebak riba demi terlihat wah. 

Lagi-lagi aku teringat perkataan suami, beli yang dibutuhkan saja, bukan yang diinginkan. Kami baru berdua, anak pun belum ada, rumah besar rasanya belum butuh, rumah yang kami tempati saja kamarnya sudah dua. Terus mobil?  Apakah memang aku butuh?  Bawa mobil saja aku tak pandai, entah dengan suami. 

"Udah, Bang, gak usah lagi, yang kita butuhkan hanya tempat berteduh, rumah ini sudah cukup," kataku pada suami. 
"Benar, Dek? Abang gak terima bila adek dihina," kata suami lagi. 

"Benar, Bang, gak usah," kataku kemudian. 

Ada notifikasi dari WA lagi, kakak iparku kembali kirim pesan. 

(Pilih-pilih tebu, akhirnya terpilih yang busuk) 

Ini untukku lagi, dia pasti sindir aku yang menurut mereka terlalu pemilih dalam hal jodoh, akhirnya dapat orang kampung. Coba ku abaikan saja. 

"Jangan melayang karena dipuji-puji, Dek, jangan pula tumbang bila dihina," itu prinsip yang pernah dikatakan seseorang padaku. kata suami. 
"Oh, iya, ya, Bang," kataku seraya mengetik di WAG keluarga. 

(Tak akan tumbang karena hinaan, tak akan terbang karena pujian)  tulisku kemudian. 

(Hebat, itu baru kakakku)  Balas adik perempuanku. 

"Oh, ya, Bang, siapa yang bilang begitu sama Abang?" tanyaku kemudian. 
"Seseorang, Dek, seseorang dari masa lalu." 

"Wah, siapa dia?" entah kenapa aku cemburu suami bilang seseorang dari masa lalu. 
"Udahlah, Dek, kubilang pun tak kenalnya adek itu," suami seperti mengalihkan pembicaraan. 

Hari H pesta si Rapi tiba, aku ragu hendak pergi, akan kumpul nanti semua satu geng, kami ada sepuluh berteman mulai SMA, si Rapi inilah yang terakhir menikah. 

"Hari ini kan pesta itu, gak pigi kita, Dek?" suami justru mengingatkan, padahal aku sudah pura-pura lupa. 
"Gak, Bang, malas," 

"Gak baik gitu, Dek, diundang orang kita harus pergi,"
"Malas, Bang, temanku gak ada yang waras, nanti Abang diledek, aku gak bisa terima bila Abang yang dihina," kataku membalikkan ucapannya. 

"Udah, aku mau dipermak, asal jangan rambut ini," kata suami. 
"Benar, Bang?" 

"Iya, benar," 
"Oke Abangku sayang, kita ke mall dulu ya, beli baju untuk Abang," kataku seraya memeluknya dari belakang. 

Akhirnya kami ke mall, seperti biasa bila naik motor, aku yang bawa, kata suami dia gugup jalan di tempat ramai, ditambah dia gak punya SIM. 

"Dunia terbalik ya, istri yang pegang kemudi," celutuk tetangga sebelah rumah ketika kami hendak pergi. 

Hanya kutanggapi dengan senyuman. 

Ketika kami tiba  di mall, yang terjadi justru sebaliknya, tadinya kami kemari mau beli baju untuk suami, akan tetapi akulah akhirnya yang beli baju dan sepatu. 
Ternyata untuk pakaian suami sangat pemilih, tak ada yang cocok katanya. Hingga akhirnya kami sampai di sebuah gerai pakaian. 

"Itu baru cocok," kata suami seraya menunjuk pakaian cowboy. 

Akhirnya kami beli celana jeans dan kameja kotak-kotak serta topi Cowboy untuk suami. Niat hati ingin mengubah kejadulan suami, yang terjadi malah makin jadul. 

Akan tetapi ketika dia memakai pakaian itu, aku terpana melihatnya, dia tampak gagah dengan pakaian cowboy, yang jadi masalah kini rambut gobelnya. Aku menawarkan diri menyisir rambut gobel tersebut, ketika kuikat ke belakang, dia justru makin kelihatan gagah. 

Akhirnya kami berangkat menuju pesta, pakaian kami terlihat kontras, aku memakai gamis, dia memakai pakaian cowboy

Begitu kami sampai di pesta tersebut, dugaanku tepat, semua teman sudah kumpul di sana dengan pasangan masing-masing. 

"Lama hilang kau, Niyet, begitu muncul sudah bawa cowboy," celutuk temanku seraya memyalami kami. 

"Kau merantau ke Amerika ya?" goda temanku yang lain. 

Ketika waktu makan tiba, kulihat suami diam seraya melihat nasi di piringnya. 

"Kok gak makan, Bang?" Tanyaku. 
"Mana cuci tangannya?"

Duh, dasar suami jadul, pesta begini dia minta cuci tangan. 

"Pakai sendok, Bang," kataku kemudian seraya menunjuk sendok di piringnya. 
"Aku gak pande, Dek,"

Ya, Tuhan, ya Robbi, di jaman sekarang ini masih ada orang dewasa yang gak pandai pakai sendok? Aku harus bagaimana lagi, apakah akan kubiarkan suami makan pakai tangan di tengah pesta begini? 

Akhirnya aku menemui Ibunya Rapi, membisikkan masalah yang kuhadapi, Alhamdulillah beliau mengerti biarpun dia terlihat menahan tawa. Kami akhirnya di berikan tempat untuk makan di dalam rumah. Ribetnya punya suami jadul ini. 

"Dari mana aja kau Niyet, dari tadi dicariin," kata satu temanku ketika kami kembali ke pesta tersebut. 

"Ada yang mau dibuang tadi, emang ada apa cari aku, Nyet?"

"Itu, tuh, kau diajak nyanyi," katanya seraya menunjuk ke pentas. Di pentas, salah satu temanku sedang memegang mikrofon, lalu ... 

"Teman-teman, saya sekalian ingin memperkenalkan suami Niyet, dia pergi merantau ke Amerika, pulangnya bawa cowboy kita tak diundang, saya minta kepada tuan cowboy untuk menyumbangkan sebuah lagu sebagai perkenalan," kata temanku itu. 

Semua mata melihat ke arah suami, duh, apa yang akan terjadi? mereka seperti sengaja ingin mempermalukan aku. Teman yang lain mendorong Bang Parlin menuju pentas. 

"Jangan mau, Bang, itu mantanku, dia sengaja mau buat Abang malu." bisikku pada suami. 

Suami justru naik ke pentas setelah mendengar bisikanku. 

Dadaku berdebar-debar menunggu lagu apa yang akan dinyanyikan suami. Apakah dia tahu musik, soalnya belum pernah kudengar dia menyanyi. 

Kulihat Bang Parlin  berbicara dengan tukang keyboard-nya, lalu tukang keyboard itu memberikan seruling. Wah, seruling? 

"Karena cowboy yang dipanggil, saya akan menyanyikan lagu yang biasa dinyanyikan cowboy padang lawas, namanya ungut-ungut,, lagu yang biasa dinyanyikan anak gembala di padang rumput," kata suami. 

Sujurus kemudian, Bang Parlin sudah memainkan seruling. Duhai, suaranya mendayu-dayu, semua pengunjung terdiam mendengar suara seruling itu, musik justru tak main, yang terdengar hanya suara seruling. Lalu suami menyanyi, aku tak mengerti dia sedang menyanyikan lagu apa, akan tetapi suaranya sangat menyayat hati, nadanya seperti suara seruling itu. 
Setelah menyanyi sebait, baru seruling lagi, menyanyi lagi, seruling lagi, begitu seterusnya. Suasana pesta jadi hening, ini sesuatu yang langka terjadi di pesta.

Selesai menyanyi, semua pengunjung pesta bertepuk tangan, aku justru menitikkan air mata, entah apa yang sedih itu aku tak tahu. Ah, suami jadulku, aku makin sayang padamu.

BERSAMBUNG!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar