Banyak orang masih percaya bahwa kecerdasan intelektual atau IQ adalah penentu utama kesuksesan. Sekolah pun seringkali menilai murid dari angka-angka di rapor, ranking, atau nilai ujian. Padahal, penelitian modern menunjukkan bahwa faktor yang lebih menentukan dalam kesuksesan jangka panjang bukanlah IQ, melainkan grit—yaitu kombinasi antara ketekunan, semangat pantang menyerah, dan kemampuan bertahan menghadapi kegagalan. Ironisnya, konsep grit ini justru jarang diajarkan di sekolah, padahal ia adalah pondasi penting dalam kehidupan nyata. Grit membuat seseorang terus berjalan ketika semua orang berhenti. Ia adalah energi yang membuat orang mau mengulang, mencoba lagi, dan tidak menyerah meski berkali-kali gagal. Berbeda dengan IQ yang sifatnya bawaan, grit bisa dilatih dan dibentuk. Namun sayangnya, sistem pendidikan lebih sering berfokus pada hafalan, nilai ujian, dan persaingan akademis, sehingga anak-anak tidak mendapat ruang untuk mengembangkan mental tangguh ini. 1. Sekolah Lebih Fokus pada Angka daripada Karakter Kebanyakan sekolah masih menilai murid berdasarkan angka: berapa nilainya di matematika, seberapa tinggi skor ujian nasional, atau ranking berapa di kelas. Akibatnya, yang dianggap "berprestasi" hanyalah mereka yang unggul secara akademis. Padahal, dunia nyata tidak menilai kita hanya dari angka di rapor, melainkan dari bagaimana kita menghadapi tantangan. Fokus berlebihan pada angka ini membuat anak belajar untuk mengejar nilai, bukan proses. Mereka takut gagal, takut salah, dan hanya ingin terlihat pintar. Grit tidak tumbuh dalam lingkungan seperti ini, karena grit lahir dari keberanian untuk jatuh, lalu bangkit lagi. Selama sekolah tidak memberi ruang untuk itu, anak-anak akan lebih mementingkan nilai daripada mentalitas pantang menyerah. 2. Grit Membutuhkan Kegagalan, Tapi Sekolah Menghindarinya Untuk membentuk grit, seseorang harus berani gagal. Kegagalan adalah guru yang mengajarkan bagaimana cara bertahan, bangkit, dan terus mencoba. Namun, sekolah justru menganggap kegagalan sebagai sesuatu yang memalukan. Nilai merah, tidak naik kelas, atau salah menjawab soal seringkali membuat anak dicap "bodoh". Padahal, di dunia nyata, orang sukses justru mereka yang paling banyak gagal. Mereka mencoba bisnis berkali-kali, gagal, lalu belajar lagi sampai akhirnya berhasil. Sayangnya, kultur sekolah yang anti-gagal membuat anak tidak terbiasa menghadapi tekanan, sehingga ketika masuk dunia kerja atau bisnis, mereka mudah runtuh hanya karena sekali gagal. 3. IQ Adalah Bawaan, Grit Adalah Latihan IQ pada dasarnya sulit berubah. Orang bisa saja sedikit meningkatkan kemampuan kognitifnya, tapi tidak banyak. Sementara itu, grit adalah sesuatu yang bisa dilatih setiap hari: dengan membiasakan disiplin, dengan menunda kesenangan sesaat, dan dengan terus bergerak meskipun tidak langsung ada hasil. Namun, karena grit bukan sesuatu yang bisa diukur dengan angka, sekolah jarang menaruh perhatian pada hal ini. Tidak ada mata pelajaran "grit" atau rapor tentang ketekunan. Akibatnya, orang tua dan guru lebih sibuk mengejar hal-hal yang terlihat jelas (nilai, ranking, piala), daripada membangun kualitas tak terlihat yang justru menentukan masa depan anak. 4. Dunia Nyata Menghargai Grit Lebih dari IQ Di tempat kerja, perusahaan lebih menghargai orang yang konsisten, bisa bekerja keras, dan mampu bertahan dalam tekanan, daripada orang yang sekadar pintar tapi mudah menyerah. Begitu juga dalam bisnis, investor lebih percaya pada founder yang gigih dan tidak gampang putus asa, daripada yang hanya punya ide cemerlang tanpa daya juang. Artinya, grit adalah "mata uang" yang sebenarnya dibutuhkan di dunia nyata. Namun ironisnya, anak-anak tidak pernah diajari cara membangun grit di sekolah. Mereka baru sadar pentingnya grit setelah terjun ke kehidupan nyata, ketika menyadari bahwa IQ tinggi saja tidak cukup untuk bertahan. 5. Grit Adalah Fondasi Kesuksesan Jangka Panjang Orang dengan grit tahu bahwa sukses bukan tentang siapa yang paling cepat, tapi siapa yang paling tahan lama. Grit membuat seseorang tetap berlari meskipun perlahan, tetap mencoba meskipun gagal, dan tetap percaya meskipun semua orang meragukannya. Inilah kualitas yang membuat perbedaan besar antara orang biasa dengan orang luar biasa. Namun, selama sekolah hanya fokus pada kecerdasan otak, banyak anak akan tumbuh tanpa fondasi mental ini. Akibatnya, mereka mungkin pintar di atas kertas, tapi rapuh ketika menghadapi kenyataan hidup. Grit seharusnya diajarkan sejak dini, agar anak-anak tidak hanya pintar secara akademis, tetapi juga tangguh secara mental. ⸻ Grit lebih penting dari IQ karena ia adalah bahan bakar yang menjaga kita tetap bergerak saat semua pintu tertutup. Sayangnya, sekolah jarang menekankan pentingnya grit, karena terlalu sibuk dengan nilai akademis. Padahal, dalam jangka panjang, gritlah yang akan menentukan siapa yang bertahan, siapa yang menyerah, dan siapa yang akhirnya mencapai puncak. Jika sekolah tidak mengajarkannya, maka kita harus belajar sendiri: bagaimana caranya bertahan, bangkit, dan tetap berjalan meskipun jalannya terasa berat. https://www.facebook.com/share/p/17PM7PgUHW/
Senin, 20 Oktober 2025
GRIFT lebih penting dari IQ
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar