YANG PERTAMA DAN TERUTAMA Beberapa waktu lalu saya mengikuti ibadah penghiburan atas meninggalnya seorang pemuda yang penuh semangat dan punya hati untuk orang lain. Ia meninggalkan kekasih yang sudah berpacaran dengannya selama 9 tahun. Mereka merencanakan akan menikah dalam waktu dekat sambil merintis usaha. Mendadak, semua itu hilang. Sangat menyedihkan, saya sendiri turut sedih. Dalam ibadah melalui zoom, gadis itu berkata sesuatu yang membuat saya kagum (tulisan ini dibuat atas ijinnya). Ia berkata, "Saya belajar mencintai Tuhan lebih dari dia" (kekasihnya yang meninggal). Perkataan ini sama sekali tidak mudah. Bisa dibilang ia kehilangan impian masa depan, kehilangan tunangan, kehilangan cinta. Bisa jadi seseorang marah pada Tuhan, sakit hati, stres atau depresi. Namun ia tabah, di sela tangisannya tidak terdengar perkataan putus asa atau kepahitan. Ketika kita kehilangan sesuatu, terutama hal yang sangat besar dalam hidup, pada siapa/apa kita bergantung? Bila impian kita tiba-tiba hancur, apakah kita akan kehilangan pijakan? Bila uang, karir, atau bisnis menjadi yang nomor satu, maka ketika karir hancur, bisnis bangkrut, atau uang hilang, seseorang bisa depresi. Sama halnya bila seseorang mencintai pasangan atau anaknya lebih dari Tuhan. Kehilangan orang yang dicintai akan membuat ia kecewa pada Tuhan yang tidak melakukan intervensi untuk mengubah keadaan. Sekarang saya mengerti mengapa perintah pertama dari Tuhan adalah, "Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, jiwamu, kekuatanmu, akal budimu," dan perintah kedua "Kasihilah sesamamu manusia." Bila tidak mengasihi Tuhan sebagai nomor satu, kita tidak bakal bisa bertahan di dunia fana, di mana kita bisa kehilangan semuanya. (Esther Idayanti) KALAU ANDA MENGASIHI SESUATU DI DUNIA INI LEBIH DARI TUHAN, ANDA AKAN MENGHANCURKAN HAL ITU AKIBAT BESARNYA EKSPEKTASI ANDA TERHADAP HAL TERSEBUT. (Tim Keller)
Rabu, 12 Agustus 2020
YANG PERTAMA DAN TERUTAMA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar