Rabu, 24 Februari 2021

PENISTAAN AGAMA ADALAH SENJATA


Herman Pakpahan

Dimulai dari proses MENJATUHKAN seorang Gubernur yang beragama Kristen dan beretnis Tionghoa yang di cap dengan KRISTEN CHINA KAFIR, yang di dasar i oleh ajaran TIDAK BOLEH PEMIMPIN KAFIR, dan Pemerintah membiarkan dengan dalil BIAR HUKUM DITEGAKKAN, dari situ lah mulai berlaku kata PENISTA AGAMA bagi siapa saja yang dianggap MUSUH agama.

Sesungguhnya agama apapun itu tidak akan pernah TERNISTA, karena semua agama adalah Ajaran tentang TUHAN sebagai PENCIPTA semesta beserta isinya dan Ajaran bagaimana menjadi Manusia ciptaan TUHAN.

Dan lebih diskriminatif lagi, jika agama yang mereka KAFIR kan di hina, di olok-olok tidak dianggap Penistaan.

Pemerintah TIDAK PEDULI, jika negara Indonesia mengakui agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, Konghucu dan Kepercayaan Leluhur, terbukti Pemerintah hanya PEDULI jika agama Islam dianggap Ternista, sehingga aparatur negara bekerja sampai putusan Hakim, tapi 6 agama lainnya dianiaya, termarginalkan, di Diskriminasi bahkan dihina, pemerintah tutup mata tanda tidak PEDULI.
Penjajah Agama
Berulang kali sejak Gubernur Tripel Minority di fitnah sebagai PENISTA AGAMA dan Ulama Islam, maka semua orang akan sangat gampang dan sering menyebut orang lain sebagai PENISTA AGAMA. Tidak cukup waktu setahun untuk menguraikan semua kasus yang sudah ada, ku yakin Anda pun mengetahui kasus seperti yang terakhir terjadi di RS di Pematang Siantar.

Tuduhan sebagai PENISTA AGAMA benar benar dijadikan SENJATA yang sangat diperlukan, minimal mampu untuk menakuti-nakuti KAFIR di negeri Raksasa Yang Tertidur ini.

RUU KUHP tetap mempertahankan Pasal Penistaan Agama. Bahkan definisinya diperluas yaitu orang yang mengajak untuk tidak percaya agama (agnostik) juga akan dipidana maksimal 4 tahun penjara.

"Penghinaan dalam ketentuan ini adalah merendahkan kesucian agama," demikian penjelasan RUU KUHP, padahal kesucian agama sudah jelas tidak akan bisa direndahkan oleh apapun dan oleh siapapun.

Penjelasan ini tertuang dalam draft Penjelasan versi 2 Februari 2018. Disebutkan bahwa sila pertama dari falsafah negara Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.

Bab Tindak Pidana terhadap Agama Pasal 304 berbunyi:

Setiap orang di muka umum yang menyatakan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V.

Pasal Penistaan Agama menjerat orang yang tidak hanya mengemukakan di muka umum, tapi juga menyebarkan lewat sarana elektronik. Yaitu setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, menempelkan tulisan atau gambar, atau memperdengarkan suatu rekaman, termasuk menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 304.

"Jika setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2 tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan Tindak Pidana yang sama maka dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f," sambungnya.

Pasal 306 juga menambah delik Pasal Penistaan Agama, yaitu orang yang mengajak orang untuk menjadi agnostik, adalah pidana. Pasal 306 berbunyi :

Setiap orang yang di muka umum menghasut dalam bentuk apa pun dengan maksud meniadakan keyakinan seseorang terhadap agama apa pun yang dianut di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang diajukan Zico Leonard Djagardo Simanjuntak dan Aisyah Sharifa sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

"Amar putusan mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Pleno Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi lainnya dalam sidang pengucapan putusan.

Sebelumnya, para Pemohon mendalilkan Pasal 156 dan Pasal 157 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Pasal 4 Undang-Undang Pencegahan Penodoaan Agama seolah-olah menutup mata memang terdapat perbedaan dalam beragama di Indonesia dan menderogasi hakikat agama, beribadah, dan toleransi. Di samping itu, norma yang dipersoalkan konstitusionalitasnya oleh para Pemohon tersebut tidak memiliki tujuan yang tepat dalam paradigma pemidanaan baik retributif maupun utilitarian dan justru menghalangi ibadah yang sejati umat beragama yakni untuk memberitakan kebenaran agama baik kepada mereka yang berbeda agama maupun kepada penista agama. Akibat berlakunya ketentuan norma tersebut, dapat membuat orang dengan mudahnya menuduh orang lain melakukan penistaan agama.

Mahkamah berpendapat, sebagaimana telah ditegaskan dalam putusan-putusan Mahkamah sebelumnya, Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak memberikan kemungkinan adanya kampanye kebebasan untuk tidak beragama, kebebasan untuk promosi antiagama serta tidak memungkinkan untuk menghina atau mengotori ajaran agama atau kitab-kitab yang menjadi sumber kepercayaan agama ataupun mengotori nama TUHAN. Sebaliknya, Konstitusi memberikan jaminan terkait dengan kebebasan beragama warga negaranya. Kebebasan beragama merupakan salah satu hak asasi manusia yang sangat fundamental, melekat dalam diri setiap manusia.

Pemohon mendalilkan Pasal 156 dan Pasal 157 ayat (1) KUHP serta Pasal 4 UU Pencegahan Penodaan Agama tidak memiliki tujuan yang tepat dalam paradigma pemidanaan, baik retributif maupun utilitarian dan justru menghalangi ibadah yang sejati umat beragama yakni untuk memberitakan kebenaran agama baik kepada mereka yang berbeda agama maupun kepada penista agama. Terhadap dalil tersebut, menurut Mahkamah, keberadaan Undang-Undang Pencegahan Penodaan Agama dapat dijadikan dasar untuk mencegah tindakan penyalahgunaan agama dan penodaan terhadap agama melalui tindakan administratif yang paling ringan sampai dengan tindakan administratif yang paling berat.

Menurut Mahkamah, pemidanaan terhadap penyalahgunaan agama dan penodaan/penistaan agama adalah penting karena dalam bentuk apapun, baik dilakukan perorangan maupun kelompok, penodaan dan penyalahgunaan agama adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dalam pandangan hukum. Hal ini dikarenakan tidak ada orang atau lembaga manapun yang berhak melecehkan agama dan memperlakukan tidak hormat unsur-unsur keagamaan lain yang pada akhirnya menimbulkan keresahan dan kemarahan publik (Putusan Mahkamah Nomor 140/PUU-VII/2009).

Praktek Hukum di lapangan, pasal penodaan agama atau sekarang santer disebut PENISTAAN AGAMA sudah menjadi alat untuk menyerang kaum yang di KAFIR kan dan alat untuk berlindung dari segala kesalahan serta menjadi ALAT paling ampuh untuk MENJATUHKAN orang yang dianggap KAFIR dengan berlindung dibalik agama dengan kemayoritasannya.

Apakah Pemerintahan negara Indonesia mau merubah pasal penodaan agama ini?!, Sudah jelas TIDAK, karena bagi pemerintah Kemayoritasan sebagai umat adalah modal kemenangan mencapai puncak kekuasaan, bagi pemerintah Kemayoritasan itu adalah Raksasa Yang Tertidur yang bisa dijadikan modal ekonomi.

Jadi, kalau Anda berfikir karena pengaruh Narasi Buzzer bahwa kasus Penistaan Agama seperti yang terakhir terjadi pada 4 orang Brader di RS Swasta di Pematang Siantar akan berbeda dengan kasus Gubernur Triple Minority, kasus Acong di Deli Serdang dan kasus Meliana di Tanjung Balai Asahan, silahkan Anda sadari kalau Anda adalah Minoritas.

Berhenti berfikir kalau undang undang Penodaan Agama atau Penistaa Agama akan melindungi dan mengayomi semua umat beragama, fakta nya undang undang itu hanya melindungi Raksasa Yang Tertidur, RSO presenter tv di hina di media sosial dengan hinaan "Kristen Lu...!" Akhirnya gulung tikar juga, penistaan agama Kristen oleh Muhammad Rizieq Shihab yang menghina JESUS KRISTUS TUHAN nya umat KAFIR lahir bidannya siapa, tidak pernah di proses Hukum, pengacara kondang yang menghina dan menistakan agama KRISTEN, KATHOLIK, HINDU, BUDDHA, KONGHUCU dan KEPERCAYAAN LELUHUR secara bersamaan di media televisi bebas tanpa proses hukum.

Makanya, PENISTAAN AGAMA itu hanya berlaku bagi agama yang itu itu saja, dan pelaku PENISTAAN AGAMA hanya bagi kaum KAFIR saja, jika pun ada yang bukan bagian dari kaum KAFIR dianggap PENISTA AGAMA maka dia automatis di cap KAFIR.

Kalau pasal UU ITE mau di rubah oleh Pemerintah, apakah Pasal PENODAAN AGAMA akan dihapuskan atau minimal akan dirubah?!, Kurasa Anda "Mimpi Basah" mengharapkan Pasal Penodaan Agama di hapuskan atau minimal dirubah, SENJATA penting bagi Raksasa Yang Tertidur mau Anda paksa dilepaskan, yah jelas Raksasa Yang Tertidur gak akan mau.
Agama bertujuan utk menciptakan keadilan hrsnya dirubah undang2 yg merugikan Pihak lain hrs win2 solusion.Semua Org bisa menghentikan Kehendak jahatnya dirubah dgn Cita Kasih muncul didlm pikirannya akan mengakibatkan Tingkah Laku & Ucapannya sesuai dgn Cinta Kasih yg universal yg mana diwujudkan dgn Tingkah laku& Ucapan yg baik& Benar.Siapa saja yg Salah didlm ucapan,tingkah laku,serta tulisan yg disebarkan dimedia ITE yg membuat kekacauan,menakut2i memaksakan kehendak yg menimbulkan keributan berkonspirasi kerja sama bagi2 uang dgn korupsi berjemaha yg sering terjadi.Mereka inilah yg merugikan Negara dgn jelas & Terang.Termasuk Gubernur yg terbodoh didunia ini. Kenapa mereka belum ditangkap udah banyak terlihat ketidak beresannya.Sabar2 semuanya ngak lama lagi akan dibereskan secara Alam.
Rahayu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar