Kamis, 28 Mei 2020

MENYOAL PEMBERITAAN DETIK



MENYOAL PEMBERITAAN DETIK    Saya tertawa membaca komemtar segerombolan Jokower dodol soal berita detik yang mengabarkan Presiden akan pimpin pembukaan mal di Bekasi.      Saya bilang dodol, karena yang posting noraknya minta ampun. Dikatakan mereka bahwa pemberitaan detik merusak kerja keras Presiden Jokowi dalam mengatasi wabah kopid.    Makin terbahak saya ketika ada netizen yang bilang detik disusupi kadrun.    Padahal kalau mau teliti sedikit, detik sebagaimana halnya media online lainnya  adalah media press release.  Corong pejabat. Bukan lagi agen perubahan. Yang harusnya menggali lebih dalam.    Detik menyampaikan omongan pejabat Bekasi. Tidak lebih tidak kurang. Sudah sesuai dengan standard press release. .    Harusnya netizen menyalahkan pejabat Bekasi itu. Bukan detik lengkap dengan segala ulah click baitnya.    Bagi saya, apapun yang diberitakan media online bukan jurnalisme yang mencerdaskan. Karena ya itu tadi.. jadi corong pejabat.     Mendengar rekaman wartawan  dengan pejabat  Bekasi nampak jelas, wartawan tadi tidak menggali lebih dalam informasi dari pejabat tadi.    Misalnya, mengapa Presiden akan buka Mal di Bekasi disaat berlangsung PSBB.Bukankah ini kontradiksi? Itu tidak ditanyakan.    Jika nalurinya tajam, wartawan tadi bisa bertanya kepada pejabat Bekasi itu, apakah sudah ada konfirmasi dari Istana soal buka Mall itu.    Lalu wartawan tadi menghubungi istana apakah benar lawatan presiden ke Bekasi untuk buka mall.    Setelah ada kondirmasi dua sumber baru dibikin berita.     Jadi komprehensif.    Tapi kan detik tidak. Media yang lainnya juga tidak.     Kenapa?    Mereka sekali lagi adalah media press release. Gak ada yang namanya media as an agent of change.    Para wartawan mereka malas menggali informasi. Tidak jelas apa fungsi editor mereka. Tidak jelas apakah ada rapat redaksi setiap hari untuk mendiskusikan apa yang disebut sebaga "belanja berita".      Ada kesan wartawan dibiarkan cari berita sendirian tanpa arahan. Tanpa editorial judgement. Yang ada mungkin, gak ada berita gak makan lu..    Jadi?  Yang penting heboh.     Wartawan dibayar per item berita yang naik.     Makin banyak berita naik mereka bisa beli nasi Padang dengan menu mahal.    Dan makin dicaci makin tinggi click baitnya.     Karena orang penasaran kek mana berita yang disebut netizen merongrong Jokowi.     Atau kek mana berita yang disebut netizen sebagai kadrun  .  Kelakuan Jokower dodol sama dengan dodolnya detik.     Yang cuma berkutat disekitar berita sampah.    Jadi komen dan postingan Jokower dodol,  kelasnya juga sampah'.  .  .  Budi Setiawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar