copas dari tetangga:
Berikut kesaksian Ibu Lydia Nursaid (artis penyanyi) yang datang ke GKKK Mangga Besar 5 Juni 2016 (Minggu) untuk memberikan persembahan pujian dan kesaksian hidupnya.
Saya lahir dari keluarga campuran. Bapak orang Padang – Arab - Italia dengan nama Mohamad Said Bawasir dan Ibu Hasnur orang Madura. Bapak saya anggota TNI. Setelah masuk tentara namanya menjadi Said Kelana. Kami hidup dalam lingkungan yang biasa dididik "secara militer" dengan kedisiplinan yang tinggi. Sejak kecil saya beserta dengan saudara diarahkan menjadi seorang yang taat kepada agama yang kami anut sekeluarga (agama Islam).
Kami sekeluarga memiliki keyakinan, agama kamilah yang benar. Saya juga terlahir dari keluarga musik. Saya bergabung dengan
The Big Kids band dan pernah berduet dengan adik saya, Imaniar.
Nama Lydia bersama Imaniar tahun 1986 sukses dan berhasil mencetak album hits.
Sekarang saya penyanyi solo.
Suatu kali saya menghadiri sebuah acara pemakaman.
Saat menguburkan orang yang meninggal dalam agama kami dikatakan, "Semoga arwahnya diterima sesuai amal ibadah-nya" sedangkan di sebelahnya ada kuburan orang Kristen yang pada nisannya bertuliskan "RIP (rest in peace) telah dipanggil oleh Bapa di sorga".
Dalam hati saya berkata, "Jadi orang Kristen enak karena saat meninggal dipanggil Bapak di sorga".
Kalau di agama saya belum tentu masuk sorga walau setiap hari rutin menjalankan sholat. Seperti saya, setiap jam 5 pagi sudah bangun. Jam 6 sore ustad datang untuk mengajar saya mengaji.
Saat menginjak remaja, saat itu saya selalu "mendoktrin" pacar saya, agar masuk dalam agama yang saya anut. Namun, saat saya berusaha mempengaruhinya, justru pada akhirnya saya terbawa arus dan mengikuti Yesus Kristus. Tuhan Yesus telah menangkap saya. Dan bersama pacar, saya dibaptis di salah satu gereja di Kota Jakarta. Awalnya pacar saya itu orang Kristen yang suam-suam.
Tetapi sejak saat itu kami mulai aktif dalam beribadah. Suami saya keturunan Tionghoa bernama Yongki D. Ramlan (menikah 14 Februari 1988). Waktu berkenalan saya belum tahu agamanya, namun akhirnya saya tahu papanya Budha dan mamanya Kong Hu Cu.
Saya yang dari muslim saja mau menerima Yesus, belakangan dia juga menerima Yesus dan dibaptis bersama-sama dengan saya. Cara Tuhan ajaib. Sekali tangkap 2 jiwa sekaligus. Sekarang ia hampir menyelesaikan tesis S2 Teologia di Tiranus Bandung. Kami melayani di mana-mana sebagai penginjil.
Saya menikah tanpa setahu orang tua saya pada tanggal 14 Februari 1988.
Papa saya tahu saya menikah dari surat kabar "Lydia Nursaid menikah". Tapi ia melihat pemberkatan nikah di gereja bukan di KUA.
Saya dicari, padahal 3 tahun saya pergi tidak dicari tetapi sekarang ditangkap dan digebuki. Babak belur. Papa saya ambil samurai. Suami saya yang baru 1 minggu menikah, tidak boleh ikut.
Bapak saya seorang tentara, keras sifatnya.
Waktu mengetahui saya jadi Kristen, ayah saya yang lebih dulu marah.
Sekarang saya dipanggil murtadin karena murtad.
Waktu mau dibacok, bapak saya berkata, "Lydia kau mati, saya masuk penjara, tetapi saya tidak punya anak yang beragama Kristen"
Waktu itu saya berkata, "Sekalipun mati saya tidak akan tinggalkan Yesus, karena saya tahu jalan satu-satunya masuk sorga hanyalah Yesus Kristus." Saya berani bicara seperti itu, karena ada ayatnya di Alkitab.
Tetapi bapak saya murka dan papa saya minta saya berlutut, hitungan ketiga saya akan dibacok.
Saya berlutut dan berdoa, "Tuhan kalau saya mati, rumah saya di surga. Tetapi kalau hidup pertemukan saya dengan suami saya."
Begitu berkata amin, bapak saya jatuh. GUBRAK. Bapak saya ditomplok paman saya. Saya lari ke lantai 3 dan terjun ke atap genteng tetangga. Saya jadi buronon 3 tahun ke Bandung dan Tasikmalaya. Yang saya lakukan adalah mengampuni dan mendoakan mereka.
Saat datang ke rumah keluarga , datangnya lebaran, karena saat itu tidak boleh bacok anak. Saya diusir. Bapak saya berkata, "Kau bukan anakku, karena darahmu Kristen, kau kafir.", Saya pergi baik-baik, tidak melawan tetapi tahun depan saya datang lagi.
Setelah lebih dari 2,5 tahun mengarungi rumah tangga, saya mendengar kabar, bahwa ayah dan ibu hendak berangkat ketanah suci untuk menunaikan ibadah. Namun, niatnya itu diundur hingga dua kali.
Dengan "tuntunan" Roh Kudus, saya memberanikan diri datang ke rumah orang tua. Saya terus berdoa agar mereka bisa menerima saya kembali.
Saat kunjungan, ia mengatakan, "Kamu sudah saya gampari, datang lagi datang lagi."
Saya datangi bapak ibu saya. Dia bertanya,"Maumu apa?" Saya hanya berkata, "Abah dan umi mau pergi ke Timur Tengah mau apa?" "Iya, saya mau hapus dosa. Di sana rumahnya Allah" Saya hanya berkata, "Abah kalau mau hapus dosa bayarnya berapa?" Dia bilang,"Satu orang Rp 25 juta, dua orang dengan ibumu Rp 50 juta". "Abah, mau tidak yang gratis?" saya tawarkan. "Saya mau" dia pikir mau dibayarin saya.
Saya kenalkan nama Isa Almasih, dia berkuasa di bumi dan di surga. Dia mampu menghapus dosa manusia. Saya tunjukkan ayatnya di Alkitab mapun kitab kita.
Bapak saya mengusir saya, "Cepat pergi sebelum saya berubah pikiran". Buru-buru saya kabur daripada dibacok.
5 hari kemudian bapak saya datang. Suasana mendekati Idul Adha (lebaran haji). Ia bilang, "Yang kamu bilang betul. Kalau orang yang seperti saya mampu bayar sehingga bisa menghapus dosa sedangkan yang miskin sampai mati tetap berdosa." Saya berkata dalam hati, "Dia tanya, dia sendiri yang menjawab."
Ia berkata, "Lydia, kalau memang Isa Almasih bisa menghapus dosa saya, hari ini juga saya mau menjadi Kristen."
Saya tantang "Bisa! Kapan?"
Hari itu juga langsung saya ajak ke pendeta. Papa menerima konseling, semacam katekisasi. Akhirnya bapak mau menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dan dibaptis. Perjalanan ibadah pun dibatalkan.
"Saya bersyukur!" di saat-saat terakhir ayah saya mau menerima dan percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Dan saya sungguh berbahagia menyambut pertobatan ayah," katanya.
Setelah bapak menjadi Kristen, ibu saya mengusirnya. Sebagai kompensasinya ibu naik haji 3 kali setiap tahun.
Di Jakarta ada gereja Padang dan saya perkenalkan ke ibu saya. Setelah 23 tahun berdoa kemudian,barulah ibu saya dibaptis. Saat itu usianya sudah 76 tahun. Di Jakarta ada gereja Minang yang memakai bahasa Padang. Setelah usai ibadah, jemaat diajak nyanyi "Kampuang Nan Jauh Di Mato" agar jemaat mengingat orang-orang yang belum percaya di kampung halaman.
Setelah masuk Kristen, ibu saya sekarang mengecat rambutnya. Bebas merdeka.
Kalau dulu jadi haji, ia tidak boleh mengecat rambut karena tidak tembus air wudu (air sembayang).
Sedangkan bapak saya setelah masuk Kristen , tertawa terus karena dosanya sudah diampuni.
Abang saya yang paling besar (Idham), dari Muslim sudah jadi Kristen. Demikian pula dengan anaknya (keponakan saya) sudah menerima Kristus dan dibaptis.
Masih ada 4 saudara kandung saya yang belum terima Yesus. Ini yang menjadi pokok doa saya.
Dengan Injil yang kita tabur melalui perbuatan dengan kasih, maka kita akan menuai jiwa-jiwa.
Saya mau ikut Yesus selama-lamanya, meskipun saya susah, saya mengikut Yesus selama-lamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar