Juga belajar dari peristiwa yang Ahok alami . MUI Dibayar Berapa Sama Agus Yudhoyono Agar Salahkan Ahok?
BY ALIFURRAHMAN ON OCTOBER 12, 2016 POLITIK
Sebenarnya soal polemik Almaidah 51 yang diucapkan Ahok saya pikir akan berlangsung damai. Maksudnya, ya sudah diselesaikan secara hukum jika memang itu yang diinginkan.
Namun malam ini ILC membuat pra-peradilannya sendiri. Sehingga ketemulah beberapa tokoh, kyai, politisi, hingga Ahmad Dhani dengan kapasitasnya sebagai musisi. Entah apa hubungannya musik dengan agama Islam, sebab di banyak kajian, musik diharamkan. Tapi ya sudah, itulah ILC. Di sini saya ingin menyimpulkan dari semua yang saya perhatikan dari awal (mungkin beberapa bagian saya terlewat).
Persoalan Almaidah 51 ini tentang 4 hal. Ummat muslim dilarang memilih Ahok, pemelintiran, tuduhan pelecehan Islam dan persoalan hukum.
Cerita ini bermula dari HTI dan FPI yang melakukan demo bersama menolak Ahok karena nonmuslim. Mereka menyerukan agar ummat muslim tidak memilih Ahok atau calon non muslim. Salah satu alasan yang digunakan adalah Almaidah 51, haram memilih pemimpin nonmuslim.
Kemudian di suatu kesempatan, saat Ahok lakukan sosialisasi budidaya dan koperasi di kepulauan seribu, Ahok menyinggung soal Almaidah 51. Tujuannya agar masyarakat tidak berpikir tidak enak jika menerima program koperasi, namun nanti tidak memilih Ahok karena dibohongi pakai Almaidah 51. Ahok ingin programnya tetap jalan dan tidak ada hubungannya dengan Pilkada.
Semula tidak ada masalah. Masyarakat kepulauan seribu yang hadir bersama Ahok saat itu tidak mempermasalahkan sedikitpun. Mereka tertawa bersama dan sangat akrab.
Namun kemudian muncul Buni Yani. Mengupload video 31 detik pernyataan Ahok soal Almaidah (padahal video aslinya 1 jam 48 menit. Menuliskan transcript yang berbeda dengan pernyataan Ahok, kemudian ditambahi dengan kalimat sangat provokatif. Dari sinilah kemudian muncul petisi dan kesimpulan bahwa Ahok melecehkan agama Islam. Lalu Ahok dilaporkan ke Polisi. Itulah alur cerita kasus Almaidah 51.
Melihat provokasi relawan berani mati, pengadilan rakyat, sampai mencoret lambang salip dengan cat putih di beberapa titik, Ahok mengalah. Dengan politik santun dan kecintaannya pada negara ini, Ahok meminta maaf dan menyatakan dirinya tidak bermaksud melecehkan Islam. Padahal sebelumnya Ahok ngotot menjelaskan.
Mengapa Ahok mengambil sikap seperti itu? Mungkin karena nasehat Megawati atau Presiden Jokowi. Di Indonesia, rasanya dua sosok itulah yang bisa menasehati Ahok.
Padahal secara bahasa dan sejarah Islam, apa yang disampaikan Ahok ini benar. "Dibohongi pakai surat Almaidah" berarti ada orang menggunakan surat Almaidah untuk membohongi dan membodoh-bodohi rakyat agar pada Pilgub DKI 2017 nanti tidak memilih Ahok.
Jika ada yang beranggapan Alquran tidak bisa dijadikan alat untuk membohongi, karena dinulai negatif, itu tidak benar. Pada kenyataannya, Alquran sering digunakan untuk membohongi masyarakat awam. Dimas Kanjeng dan Gatot Brajamusti adalah contoh yang salah satu pondasi mereka mempengaruhi pengikutinya adalah berdasarkan Alqur'an.
Anda tidak mau menggunakan contoh tersebut dan menganggapnya tidak relevan? Oke, mari kita lihat fakta sejarah.
Pada masa khalifah Mu'awiyah, John pendeta Kristen dari Damaskus diangkat sebagai bendahara. Di bawah kekuasaan sultan Buwayhiyah, menteri luar negeri, menteri pertahanan, serta menteri keuangannya sering kali adalah orang Kristen. Di bawah kekuasaan khalifah 'Abbasiyah ke-16 al-Mu'tadhid, seorang Kristen taat bernama 'Umar bin Yusuf, diangkat sebagai gubernur Provinsi al-Anbar, Irak. Nashr bin Harun, juga seorang Kristen, bahkan dipercaya menjadi perdana menteri di masa 'Adud ad-Daulah (949-982M), penguasa terbesar Dinasti Buyid di Iran.
Di bidang militer, tentara Muslim lebih dari sekali dipimpin oleh seorang jenderal Kristen; contohnya seperti pada masa khalifah 'Abbasiyah ke-15 al-Mu'tamid dan Khalifah ke-18 al-Muqtadir komando dipercayakan kepada perwira militer Kristen.
Saya sependapat dengan Nusron Wahid yang semalam bertanya, apakah pada zaman khalifah surat Almaidah 51 ini tidak ada? Ada. Lalu mengapa ulama jaman khalifah tidak melarang atau mengharamkan karena terancam neraka? Apakah ulama Indonesia saat ini merasa lebih alim dan paham Islam dibanding ulama ja,an khalifah?
Saya pikir jawabannya tidak. Jadi saat Ahok mengatakan "dibohongi pakai surat Almaidah 51," saya menyimpulkan memang benar ada kelompok orang yang membohongi agar tidak memilih Ahok pada Pilgub DKI. Membodohi dengan ancaman neraka.
Sebab dulu sudah ada pemimpin nonmuslim di jaman khalifah. Di Indonesia sekarang pun juga ada beberapa pemimpin nonmuslim. Jadi kalau ada yang menakut-nakuti dengan neraka atau haram, bagi otak waras saya itu fix merupakan pembodohan massal. Saya setuju dan ingin mengatakan sama persis seperti yang diucapkan Ahok "Almaidah dipakai membohongi masyarakat."
Namun dengan posisi benar seperti itu, Ahok akhirnya memilih meminta maaf karena kondisinya sudah tidak sehat. Padahal HTI dan FPI yang mengkampanyekan haram memilih Ahok, sementara Buni Yani yang mengubah transcript dan menambahkan kalimat provokatif. Maka terjadilah perdebatan seperti sekarang.
Seharusnya, Buni Yani lah yang harus meminta maaf. Karena jika tidak karena dirinya, kita semua tidak akan terlibat perdebatan seperti ini. Saat video 1 jam 48 menit diupload, tak ada yang protes. Seharusnya, HTI dan FPI lah yang meminta maaf pada masyarakat, sebab mereka selalu membuat kegaduhan dan mengingkari UUD 45 serta Pancasila.
Namun semuanya tak merasa bersalah. Mereka konsisten satu suara ingin menjerat Ahok, yang pada akhirnya ingin Ahok didiskualifikasi dari Pilgub DKI. Kalaupun tidak, mereka akan gunakan isu ini sebagai materi kampanye.
MUI dibayar berapa sama Agus untuk salahkan Ahok?
Satu hal yang menarik dalam program ILC adalah pernyataan-pernyataan keras dan sangat tidak mencerminkan nilai-nilai Islam.
Tengku Zulkarnain, Wasekjen MUI mengatakan "Ahok ini kalau di dalam Islam harus dibunuh, dipotong kaki tangannya atau minimal diusir dari negara ini."
Saya terlahir beragama Islam, 6 tahun madrasah, 6 tahun di pesantren, 1 tahun mengajar di pesantren dan sampai sekarang masih mendengar ceramah-ceramah kyai, baik via youtube dengan Quraish Sihab atau datang ke pesantren, tapi baru kali ini saya merasa betapa agama yang saya anut jadi sangat menakutkan. Sangat menjijikkan melihat Tengku Zulkarnain berpakaian serba putih dan jubah kebesaran ulama. Jijik. Astaghfirullah.
MUI menyatakan proses hukum harus berlanjut. Mereka sudah keluarkan "Pendapat dan Sikap Keagamaan." Yang nantinya jika benar-benar diproses hukum, surat ini akan digunakan sebagai bukti pendukung, dan MUI akan jadi saksi ahli.
Bahkan orang-orang yang sebangku dengan MUI, semua berpakaian seperti ulama dengan jubah putih dan surban, memberi ancaman sangat serius kepada Polisi dan penegak hukum. Bahwa jika kasus ini tidak ditanggapi, mereka khawatir akan terjadi pengadilan rakyat dan kerusuhan.
Ancaman rusuh dalam bingkai kekhawatiran berlebihan ini kemudian diamini oleh beberapa orang yang hadir di ILC semalam. Mereka mengatakan khawatir, padahal kenyataannya mengancam, jika tidak ditindak dan diproses secara hukum maka akan timbul kerusuhan.
MUI yang saya pikir sebagai ulama, pengayom ummat, menjaga keutuhan negara, kini tak lebih buruk dari pelacur yang merusak rumah tangga orang. Sangat menjijikkan.
Bayangkan, Ahok sudah merendah dan mengalah dengan meminta maaf, namun MUI malah memprovokasi dengan contoh hukum Islam yang ingin membunuh dan memotong kaki tangan Ahok. Mengancam kerusuhan atas nama ummat dengan bingkai kekhawatiran. Luar biasa.
Dari sini kemudian saya coba merenung. Jujur sedih melihat dua orang kyai yang sampai meneteskan air mata memberi penjelasan. Maaf saya lupa namanya. Kemudian Buya Syafi Maarif juga sudah memberi pernyataan bahwa memang Alquran jangan digunakan untuk kepentingan politik, kalau sudah minta maaf ya sudah. Namun MUI malah menjawab dengan jawaban yang membuat saya muak mereka yang mengaku ulama MUI.
Di tengah perenungan tersebut saya pikir pasti ada yang salah, atau katakanlah pasti ada alasannya. Kita makan karena lapar, minum karena haus, begitu logika sederhananya. Pertanyaan saya kemudian, MUI kenapa sekeras itu? Mencontohkan hukuman dibunuh, dipotong kaki dan tangan, serta mengancam Polisi. Ini ada apa?
Di tengah perenungan itulah, seorang teman, dulu satu pesantren, satu almamater, cuma beda 10 tahun angkatan, mengirimkan gambar (awal artikel) yang saya pikir menjadi alasan logis mengapa MUI bersikap seperti itu. Saya mendadak seperti menemukan kepingan puzzle yang begitu menarik untuk segera dirapikan.
Video Ahok soal Almaidah mulai ramai pada 6 Oktober 2016. Sementara esok harinya atau 7 Oktober jam 10 siang, Agus Sylviana mendatangi Ma'ruf Amin. Masih di hari yang sama, jam 6 sore, Setiyardi yang merupakan Pimred Obor Rakyat mengadakan rapat di Cikeas bersama SBY, Ani dan anaknya. Apakah ini sebuah kebetulan? Untuk merespon video Almaidah 51 atau malah mereka yang merancang sejak awal? Katakanlah ini sebuah kebetulan, tetap saja kebetulan yang luar biasa.
Namun di sini saya tidak ingin berbicara tetang kebetulan, melainkan kesamaan berdasarkan data kongkrit.
Agus Sylviana mendatangi Ma'ruf Amin pada 7 Oktober 2106, sehari setelah video Ahok ramai. Pernyataan Ma'ruf Amin adalah sebagai berikut:
"Secara kelembagaan kita tidak bisa dukung karena ada tata krama. Tapi saya yakin warga NU akan dukung calon yang paling banyak samanya, misal agamanya sama, warna agamanya, marhabnya sama. Penampilannya santun tidak keras, tidak galak. Saya lihat saya yakin yang paling banyak samanya Pak Agus dan Bu Sylvi. Jadi saya yakin orang NU akan dukung calon yang paling banyak samanya," ujarnya.
Sampai di sini, siapa yang bisa membantah bahwa Ma'ruf Amin mendukung Agus Sylviana? Saya malah memprediksi bahwa pertemuan 7 Oktober adalah meminta agar MUI bersikap, supaya Ahok diproses hukum. Namun agar tak ketara dan sekali dayung dua pulau terlampaui, Ma'ruf Amin diminta memberi komentar dukungan. Komentar Ma'ruf Amin jelas bernada himbauan secara tidak langsung pada warga.
Kemudian, Ma'ruf Amin adalah ketua MUI. Dia yang menandatangani surat pendapat dan sikap keagamaan MUI pada 11 oktober 2016.
Dengan kenyataan seperti ini, sangat sulit sekali bagi saya untuk berpikir positif bahwa sikap MUI netral dan untuk kepentingan ummat. Sangat sulit. Bahkan saya cenderung ingin bertanya, MUI dibayar berapa oleh Agus Yudhoyono untuk keluarkan pernyataan bahwa Ahok menghina Alquran? Ma'ruf Amin dibayar berapa agar menyatakan bahwa dirinya yakin warga akan mendukung Agus Sylviana?
Apakah kondisi terencana seperti inilah yang membuat Agus berkomentar senada sesuai rencana:
"Oleh karena itu, aduan yang diajukan oleh sejumlah kalangan terhadap penegak hukum, menurut saya harus segera direspons secara serius, transparan dan bertanggung jawab. Saya tetap berasumsi negara hadir, dan akan menyelesaikan setiap persoalan dengan bijak, adil dan bertanggung jawab," ujar Agus.
Saya pikir ini strategi adu domba yang luar biasa. Tim Agus tak masuk dalam konflik Ahok vs Anies, tapi ikut mengkondisikan. Jika Ahok didiskualifikasi misalnya, maka hanya tersisa Anies Agus. Dengan begini tim Agus akan lebih mudah memenangkan Pilkada, bilang saja Anies melakukan segala cara, selesai. Luar biasa.
Mengingat SBY pernah berkuasa 10 tahun, Obor Rakyat juga kita tau sangat licik dengan segala fitnahnya, mungkin ke depan Ahok perlu sangat berhati-hati.
Terakhir, semalam saat menonton ILC ada 2 kyai yang tanpa sadar menangis saat menyatakan pendapatnya. Bagi saya itu satu hal luar biasa. Seorang kyai membela hak nonmuslim. Ini di luar jangkauan kemampuan para orang bersuban yang mengaku ulama. Bagi yang menonton semalam, memang jelas bedanya antara orang yang berbicara dengan otak dengan orang yang berbicara dengan hati.
Sementara buat Polisi, tak perlu gentar dengan ancaman ulama kawe bahwa nanti rakyat akan melalukan pengadilan sendiri. Percayalah rakyat kita sudah cerdas dan yang gesrek itu hanya segelintir. Tapi memang yang segelintir ini cukup berisik, jadi seolah-olah banyak[truncated by WhatsApp]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar