Minggu, 21 November 2021

INI NEGARA, BUKAN MUCIKARI ORMAS AGAMA



INI NEGARA, BUKAN MUCIKARI ORMAS AGAMA Tertangkapnya anggota MUI sebagai terduga teroris bukan masalah sepele. Tidak cukup dengan ucapan, kami terkejut dan minta maaf. Ini menunjukkan, ormas keagamaan seperti MUI harus diaudit ideologinya. Perlu dilakukan test yang mirip wawasan kebangsaan. Seberapa jauh mereka mencintai Indonesia. Seberapa besar mereka mendambakan kerukunan dalam kehidupan berbangsa. Kalau terbukti banyak anggota MUI yang radikal, ya harus dibubarkan. Saya percaya, ada lebih banyak lagi anasir jahat yang bersembunyi di sana. Ormas gurem bersembunyi di samping ormas besar. Ideologi jahat bersembunyi di sebelah ideologi moderat. Karena prinsipnya, MUI itu kumpulan ormas Islam di Indonesia. Macam-macam isinya, mulai yang garis keras sampai yang sangat moderat. Anehnya, di MUI tidak ada perwakilan Syiah dan Ahmadiyah. Bahkan malah dicap sesat oleh mereka. Itu artinya, MUI adalah sekumpulan ormas yang mendapatkan restu dari penguasa. Indonesia memang bukan negara agama, tapi ormas Islam tertentu mendapat perlakuan khusus dari negara. Sementara Ormas Islam yang lain disingkirkan. Jika kita mundur ke belakang, berdirinya MUI itu karena adanya agenda Orde Baru. Untuk menjalankan perintah penguasa waktu itu. Ia sengaja dibentuk untuk menggembosi dominasi NU dan Muhamadiyah. Ketika itu, Soeharto merasa terancam dengan ulah kritis mereka. Maka digunakanlah strategi belah bambu. NU diinjak, MUI diangkat. Gilanya lagi, MUI ini dapat anggaran dari APBN. Dan mereka tak mau membuka anggarannya untuk publik. Padahal itu lembaga publik. Dan gak jelas manfaatnya untuk negara. Jadi kalau ada pertanyaan, kenapa orang-orang Indonesia banyak yang mabuk agama? Jawabannya, ya karena dedengkot mereka dibiayai oleh negara. Pihak yang harus bertanggung jawab dari keruwetan itu ya negara. Maka perbaikan yang pertama kali yang harus dilakukan adalah, menghentikan asupan gizi untuk MUI. Jangan jadi beking untuk mereka. Ingat, MUI itu hanya ormas. Gak ada urusannya dengan negara. Biarkan masing-masing agama mengatur diri mereka sendiri. Kementerian Agama sudah cukup untuk memfasilitasi. MUI ini sering jadi pemicu keributan. Kasus Ahok contohnya. Fatwa MUI dijadikan dasar mobokrasi. Padahal fatwa MUI itu hukumnya tidak wajib diikuti. Namanya juga pendapat. Tapi bagi orang-orang yang mabuk agama, lain ceritanya. Fatwa MUI dianggap suci. Orang-orang tolol itu beragama dengan dengkulnya. Karena pemahaman agamanya minim, maka yang dikedepankan adalah amarah dan kebencian pada yang lain. Padahal agama mengajarkan cinta kasih dan menghormati perbedaan. Jadi peperangan terhadap terorisme tidak akan pernah selesai. Selama negara masih cawe-cawe membiayai ormas semacam MUI. Selama negara terus memberikan keistimewaan untuk mereka. Akhirnya negara kalah dari para begundal berjubah. Hukum harus dinegosiasikan dengan kepentingan mereka. Kalau tidak, mereka akan membuat keributan. Apa tidak lelah dengan gaya hidup hipokrit seperti itu? Mestinya negara itu kuat, tegas, ditakuti. Tapi Indonesia ini seperti masih hidup di zaman kegelapan. Agama meracuni sendi-sendi negara. Agama turut campur terlalu jauh dalam kehidupan antar-masyarakatnya. Saudi Arabia yang saklek saja mulai berubah. Indonesia malah berjalan sebaliknya. Orang-orang bercadar makin banyak saja. Jubah dijadikan identitas keislaman, padahal itu bukan ajaran agama. Hanya bagian dari kebudayaan Arab yang salah dipahami oleh mereka. Kondisi ini memang belum dikategorikan darurat. Jumlah radikalis itu sebenarnya minoritas. Tapi mereka menyusup di tengah kalangan moderat. Memalsukan ajaran Islam. Mewajibkan yang tak wajib. Mengharamkan yang tak haram. Tapi kalau penyakit itu dibiarkan, lama-lama akan menggerogoti yang moderat juga. Masjid-masjid NU dan Muhammadiyah banyak yang telah dicaplok oleh mereka. Pesantren-pesantren radikal di bangun megah. Sementara yang tradisional tersisih sudah. Tiap kali Densus 88 menangkap teroris, cabang baru tumbuh lagi. Karena negara memfasilitasinya. Negara membiarkan mereka menumpang hidup di Indonesia. Inilah waktunya negara tegas. Hentikan pemberian keistimewaan untuk ormas agama macam MUI. Harus ada garis besar haluan keagamaan. Setiap ormas agama yang mengajarkan ideologi radikal wajib dibubarkan. Pelakunya dimasukkan ke penjara. Negara harus mengurus hal-hal besar. Jangan hanya sibuk urusan kutil. Ini negara, bukan mucikari ormas agama. Mana wibawanya? Kajitow Elkayeni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar