Rabu, 16 November 2022

Dilarang Bersedih


Sebuah yayasan sosial di Amerika mendapati bahwa orang yang berduka karena kematian seseorang cenderung menyembunyikan kesedihannya di tempat kerja. Banyak dari kita bertumbuh dengan pikiran bahwa kesedihan harus segera diatasi. Namun seringkali kita mengingkari kepedihan kita, menyembunyikannya, dan mencoba menghadapi kepedihan itu seorang diri. Seolah ada rambu DILARANG BERSEDIH yang dipasang di tempat kerja.

Bahkan sikap yang berbahaya ini dapat menyusup dalam keluarga-keluarga kita dan juga komunitas orang beriman. Dukacita menimbulkan suatu dilema bagi banyak orang Kristen. Ketika kita merasa sangat berduka karena kehilangan sesuatu, seringkali kita menyembunyikannya dan memegang prinsip bahwa apa pun yang terjadi kita harus tampil penuh sukacita. Namun perhatikan kata-kata dalam Kisah Para Rasul 8:2. Lukas menulis bahwa setelah Stefanus dilempari batu sampai mati oleh segerombolan orang yang marah, orang-orang saleh menguburnya dan "meratapinya dengan sangat." Orang-orang saleh yang menangis dan berkabung dengan sangat mungkin merupakan gambaran yang kurang baik bagi sebagian orang, tetapi Alkitab mencatat dengan jelas seluruh reaksi emosional yang terjadi.

Saudaraku, Tuhan tidak pernah meminta kita untuk mengabaikan kepedihan dalam hati kita. Sebaliknya, Dia memanggil kita untuk "menangis dengan orang yang menangis" (Rm. 12:15). Kita harus saling mengasihi dan mendukung satu sama lain dalam bergerak bersama melalui proses dukacita itu.
"Menangislah dengan orang yang menangis." (Rm. 12:15)
Bac: Kis. 7:59-8:2
(Gbu!)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar