Oleh. Erizeli Jeli Bandaro
" Bagaimana sikap pemerintah China atas sikap AS yang minta China agar tidak bantu Rusia yang terkena sanksi Ekonomi NATO? Tanya saya kepada Wenny via WeChat. Yang saya tahu, kata Wenny, tidak ada tanggapan langsung dari presiden kami. Rakyat juga tidak peduli dengan ancaman AS itu. Mengapa ? Itu sudah tabiat AS. Tahun 56 hanya karena kami berteman dengan Korea Utara. AS provokasi kami. Kami tetap diam. Bahkan ketika AS menyerang perbatasan kami karena kawatir kami ikut campur dalam perang Korea.
Kami tetap tidak ingin berperang. Kami ingin damai, dan bekerja. Apalagi saat itu kami negara baru berdiri dari puing puing perang saudara. Tetapi akhirnya kami terpaksa melawan. Itupun karena AS masuk sampai 100 mill dari perbatasan kami. Perang korea tidak bisa dihindari. Memang kami kalah dalam pertempuran. Tetapi perang kami menangkan. Pasukan AS harus keluar. Bukan hanya dari China tetapi juga dari Korea utara.
Kini AS berusaha provokasi kami dengan statement pemimpinnya yang tidak bersahabat. Hanya karena kami berteman dengan Rusia. Kami berusaha menahan diri. China tidak akan berperang, apapun alasannya kecuali kami diserang lebih dulu. Selebihnya kami focus bekerja untuk mengatasi banyak masalah dalam negeri. Kata Wenny. Mengapa tidak ikuti saja apa mau AS, khususnya soal embargo ekonomi. Kamu tahu kan, lanjut Wenny. Kami berteman ya berteman. Tidak ada hipokrit. Tidak mungkin karena ancaman AS, persahabatan dengan Rusia rusak. Apalagi Rusia tidak bersengketa dngan kami. Negara kami terlalu besar untuk tunduk apa kata AS. Penduduk kami 4 kali lebih besar dari AS. Dari segi peradaban kami 4000 tahun lebih maju dari AS. Biarlah AS dengan omong besarnya. Karena saat ini hanya itu yang mereka punya.
Justru kami kasihan dengan bangsa AS. Selama empat puluh tahun para pemimpinnya membawa mereka dalam perang tanpa jeda di belahan dunia lain. Sementara selama 40 tahun, di dalam negeri krisis ekonomi terus terjadi dari waktu ke waktu. Kalau tadinya AS negara kreditur namun kini jadi negara debitur terbesar di dunia. 50% rakyat AS suffering karena beban ekonomi, sementara 800 juta rakyat China berhasil keluar dari kubangan kemiskinan. Kalau kini China jadi kekuatan Ekonomi dunia, itu bukan karena kami lebih cepat melangkah. Tetapi karena AS bergerak mundur.
AS tidak akan berhasil menjatuhkan negara lain. Apalagi sekelas China atau Rusia. Cobalah lihat fakta. Menjatuhkan Suriah saja mereka gagal. Bahkan negeri yang dianggap mereka terbelakang seperti Afganistan, juga gagal mereka kalahkan. Di Vietnam juga mereka kalah. Mungkin satu satunya sukses adalah menjatuhkan Sadam Husein. Tetapi tetap saja gagal menguasai Irak. Apalagi Iran yang tetapi eksis walau diembargo ekonomi.
Bagi AS, lanjut Wenny. mungkin China bukan negara demokrasi. Tetapi mereka lupa. Sistem kekuasaan negeri kami, bisa melahirkan sistem meritokrasi. Melahirkan pemimpin yang melayani atas dasar kompetensi, Itu di semua sektor. Dengan itu kami bisa bergerak cepat mendistribusikan sumber sumber ekonomi secara adil kepada seluruh rakyat. Tentu kami masih banyak kekurangan. Tapi setidaknya kalau 40 tahun laluPDB kami 10% dari PBD AS, kini menurut McKinsey kekayaan bersih kami telah melampaui AS. Kami menjadi negara terkaya di dunia. 1/3 pertumbuhan ekonomi Global berasal dari China. Think about it.
Sistem demokrasi di AS telah meracuni rakyat lewat media massa. Informasi yang bias dan pernyataan para pemimpin dan intelektual yang ambigu. Membuat rakyat lupa akan hak esensi mereka sebagai rakyat. Apa itu? Dimanapun rakyat inginkan perdamaian, mencari rezeki mudah, berkonsumsi murah dan barang selalu tersedia di pasar. Dengan itu siapapun mereka akan punya hope, Punya dream untuk diperjuangkan, untuk kini dan besok.
at March 16, 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar