Kamis, 26 Oktober 2023

DIBUTUHKAN RAKYAT BERKEPALA DINGIN

Melihat sikap elite politik Indonesia saat ini apakah masih masuk batas kewajaran, atau sudah dalam katagori kekurang ajaran.

Apakah ini perpolitikan, atau kelicikan, karena nyaris menjijikkan.

Sekarang sudah perang terbuka antara PDIP dgn pak Jokowi, sudah tidak ada yg bisa di tutupi bahwa api dalam sekam antar Jokowi dan Megawati, akhirnya menjelma menjadi bara menganga.

Rakyat dipersilakan menonton drama politik yg tidak lagi mengasyikkan tapi mengkhawatirkan. 

Disini kita dibawa kealam sebenarnya bahwa politik itu landasannya kepentingan. Tidak ada lawan dan kawan. Tuhannya hanya kepentingan.

Yg konyolnya bobot kepentingan itu lebih kepada golongan, bukan kepentingan negara, karena kebanyakan elite politik kita jauh dari sikap negarawan. 

Memanasnya hubungan Jokowi - Megawati membuahkan banyak persepsi dari sudut arti dimana semua penilaian bersumber dari mana ybs mempunyai landasan berfikirnya.

Kalau dia suka Megawati ya sampai mati dia akan membela Megawati, begitu juga sebaliknya kepada Jokowi.

Berseliwerannya video, tulisan, di medsos, ada yg konon diproduksi lawan sebelah, atau produksi buzzer, atau apa saja. Saya juga di peringati jgn asal telan, itu pastilah, tapi kalau sesekali kecolongan ya manusiawi.

Satu hal yg saya pertahankan adalah harus berpikir jernih dalam situasi seperti ini, apa untung ruginya dari sikap kita walau peran kita jauh dari menentukan, tapi setidaknya tidak membuat kekisruhan.

Untuk dikatakan bahwa pemikiran kita benar, tergantung siapa dan kemana mereka berpihak. Itu juga manusiawi karena itu pilihan, tidak perlu di tertawakan.

Dari proses sidang MK yg sudah berstigma sebagai Mahkamah Keluarga, karena proses Gibran bisa juga kita terima, kesimpulannya dari hasil yg keluar dan sudah banyak di tebak orang banyak.

Apakah itu salah atau benar menjadi relatif dari mana sudut pandang yg melihat. Kalau kepentingan Gibran, ya benar, kalau kepentingan PDIP ya salah, kalau kepentingan hukum bisa salah bisa benar, karena kembali lagi siapa yg bicara dan untuk siapa.

Dari sekian banyak video, saya tertarik video Bung Adian Napitupulu pada acara tvOne ttg sindirannya kepada Jokowi yg seolah dari sejak walikota meminta dicalonkan untuk sebuah jabatan.

Sepertinya tidak semua benar. Dari buku biografi Jokowi yg saya baca bahwa awalnya Jokowi diajak temannya FX. Hadi Rudyatmo, dari sana bermula karir politiknya. Kalau kemudian Jokowi berlanjut apakah itu melulu nafsunya, ya tidak juga, karena tanpa prestasi dia tidak akan terpilih

Pemilu di Indonesia kan berazaskan LUBER, masak Adian lupa. Kalau kenderaan politik iya, tapi apakah  Jokowi menjadi icon politikus PDIP  yg tidak pernah kalah tarung juga menguntungkan PDIP. Harusnya iyalah.

Mana mungkin PDIP mencalonkan BP untuk Gubernur Jateng atau DKI, kalau punya potensi pastilah sejak lama dia menjadi Gub Jateng, tidak terus menjadi Korea.

Hadirnya GP juga mengangkat PDIP, sama2 memarwahi kebaikan buat PDIP seperti halnya Jokowi. Yang membedakan hanya sikap nurut dan tidak nurut atau kurang nurut kepada ketum, yg notabene harus "DIHORMATI" SEBAGAI PEMILIK PARTAI.

Kondisi hari ini sampai 4 bulan kedepan pasti makin memanas, siapa yg di untungkan dalam kondisi itu, hanya kaum opportunis. Kalau rakyat tetap dalam posisi mengais sambil menangis. Wong buktinya politi-kus sedang perang, apa mereka memikirkan ekses buruknya, kalau ingat ya paling selayang pandang.

Kembali ttg statement Adian, ucapan itu berkonotasi Jokowi haus kekuasaan. Pertanyaannya untuk apa kekuasaan bagi seorang Jokowi, kekuasaan biasanya saudara kembar kekayaan dan kemapaman. 

Apakah hal itu ada pada seorang Jokowi, sepertinya tidak, dia tidak ada bakat bermegahan, karena dia keturunan orang biasa, bukan lahir di istana seperti halnya Megawati, lahir sebagai anak seorang prolakmator.

Jadi kalau ada isu Jokowi sebaiknya 3 priode, saya sendiri setelah pelantikannya saya lgsg bilang Jokowi hrs 3x. Tujuannya hanya menjaga kelanjutan programnya dan mengganjal batas usia Prabowo, tapi karena konstitusi ini tidak bisa. 

Sementara PDIP berusaha merubah tatacara pilpres di pilih DPR/MPR, apa ini ga malah mundur niru orba. Kemana kedaulatan rakyat menentukan pemimpin. Diserahkan ke DPR bubar negeri ini, UU perampasan aset koruptor saja kalian kantongi !

Kita ini kan kalau bicara konstitusi, UU  melebihi kitab suci, tapi begitu meleng, maling.

Kenapa gak liat China berani merubah konstitusi demi kebaikan negara, kita tidak mau karena pengennya kekuasaan di sharing. 

Buktinya ada surat pernyataan Megawati kepada Prabowo tahun 2009, bahwa Mega akan mendukung Prabowo untuk pilpres 2014, kalau mereka menang. Ini kan sudah rencana buat kavlingan. Ini demokrasi, ini konstitusi?, Katanya rakyat yg berdaulat.

Kami ini sedang menonton kalian yg sedang "petakilan", hati kami tau kok mana butiran pasir mana berlian. Cahayanya bisa sama, value-nya tetap beda. Karena aura kebenaran dan kebejatan tidak bisa disamakan, walau dipaksakan.

Silaken lanjutkan, kalian berantem. Kami rakyat harus adem agar negeri ini ayem.

Pesan buat mas Ganjar dan pak Machfud. Harus bisa memilah kapan jadi petugas partai, kapan petugas rakyat. 

Ingat kalian berdua orang yg bermartabat, jangan berubah jadi bejat !

Salam dari rakyat yg memberi mandat.

 *Iyyas Subiakto*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar