Kamis, 02 Februari 2023

Recipe for Life

"Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat! Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:4-7)

Tuhan terkadang memberi kesempatan berharga kepada penulis untuk berjumpa dengan orang-orang yang dapat menjadi contoh baginya. Dahulu, saat menyelesaikan studi lanjut di kota Tallahassee, Florida (AS), penulis bergereja dan mengenal pasangan ini. Virginia dan Davis, sepasang suami istri yang telah berusia lanjut (saat penulis mengenal mereka di tahun 2006, Davis sudah berumur lebih dari 90 tahun dan Virginia berumur hampir 90 tahun). Setiap kali mereka berjalan ke gereja, mereka selalu bergandengan tangan. Sejak mengenal mereka, penulis selalu berjumpa setiap minggu dengan mereka di gereja itu. Ada satu perasaan kagum ketika melihat pasangan ini, mereka telah mengarungi bahtera rumah tangga bersama selama puluhan tahun lamanya. Hal seperti ini mungkin sudah jarang terlihat dalam kehidupan masyarakat kita. Malah seringkali yang kita lihat sehari-hari dalam berbagai media adalah berita-berita tentang perceraian atau kekerasan di dalam rumah tangga. Ironisnya, hal-hal semacam itupun bisa terjadi di dalam rumah tangga Kristen.

Konflik di dalam rumah tangga adalah sebuah keniscayaan, sesuatu yang pasti terjadi, sebab hal tersebut merupakan bagian dari "hukuman" yang Tuhan berikan ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Sayangnya, di dalam Alkitab terjemahan bahasa Indonesia, Kejadian 3:16 ditulis sebagai berikut "...namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu..." Banyak dari kita memahami ayat ini sedang berbicara tentang hasrat seksual dari seorang istri kepada suami dan bagaimana kekuasaan suami kepada istri. Namun sebenarnya ayat tersebut tidak sedang berbicara tentang hal-hal tersebut. Hasrat seksual sudah Tuhan anugerahkan bagi mereka di bagian sebelumnya, pada saat penciptaan (Kejadian 1:28 dan Kejadian 2:24). Lalu, jika Kejadian 3:16 itu tidak sedang berbicara tentang hasrat seksual seorang perempuan atau kekuasaan laki-laki, maka apakah yang sedang disampaikan oleh ayat tersebut? Apabila kita membaca beberapa Alkitab terjemahan bahasa Inggris, seperti di dalam terjemahan New Living Translation (2013) menulis: "And you will desire to control your husband, but he will rule over you." dan English Standard Version (2016) menulisnya: "Your desire shall be contrary to your husband, and he shall rule over you." Tampak jelas bahwa ayat tadi tidak sedang berbicara tentang keberahian namun ayat itu berbicara bagaimana awal dari perselisihan di antara suami dan istri. Sementara di dalam terjemahan NIV ditulis,"..your desire will be for your husband and he will rule over you..." dan beberapa terjemahan lain juga menerjemahkan hampir sama. Mungkin inilah yang membuat terjemahan Alkitab Indonesia lebih memaknai ayat itu sebagai "keberahian seorang istri terhadap suaminya dan suaminya akan berkuasa atas dia". Namun sebenarnya kalimat itu di dalam bahasa aslinya memakai kata-kata kerja yang sama seperti yang ditulis di dalam Kejadian 4:7 ketika Tuhan menegur Kain dan mengatakan bahwa dosa begitu menggodanya (Kain) tapi ia harus berkuasa atas dosa. Seperti itulah kira-kira gambarannya yakni bahwa seorang istri memiliki kecenderungan ingin menguasai suami tapi suami harus berkuasa atas istrinya. Singkatnya, Kejadian 3:16 ini menggariskan bahwa setelah kejatuhan manusia di dalam dosa maka hubungan yang harmonis antara suami dan istri di dalam pernikahan akan menjadi tidak harmonis, akan selalu ada perselisihan. Istri yang ingin mengontrol suami dan suami yang harus menaklukkan istrinya dalam banyak hal di dalam rumah tangga mereka. Kedua hal ini akan selalu menjadi penyebab konflik di dalam rumah tangga. Oleh karena itu, membayangkan bahwa tidak akan pernah ada perselisihan di dalam sebuah pernikahan adalah bagai Pungguk merindukan bulan, sebuah hal yang hampir mustahil. Sebagai pengikut Kristus, kita perlu memahami hal tersebut, memohon pertolongan-Nya dan memiliki pemahaman yang baru di dalam hidup rumah tangga yang kita jalani, meskipun hal ini tidaklah mudah.

Di dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, Paulus mengajarkan bagaimana seharusnya hubungan antara suami dan istri. Ia menggambarkan bahwa hal tersebut adalah seperti antara Kristus dan gereja-Nya. Suami harus mengasihi istri dan istri harus tunduk (submit) kepada suami (Efesus 5:22-33). Oleh karena itu, jika kita memahami pengajaran Paulus di sini, seharusnya, khususnya bagi seorang suami Kristen, ia tidak akan sampai melakukan tindakan kekerasan kepada istrinya (juga kepada anak-anaknya) ketika mereka berselisih. Mengapa? Sebab bukan hanya karena perempuan adalah mahluk yang lebih lemah atau hal itu akan memiliki konsekuensi hukum dan menyebabkan trauma tetapi lebih penting dari itu semua, sebab seorang suami Kristen adalah gambaran Kristus. Lihatlah Kristus, Kristus mengasihi jemaat-Nya, Ia tidak akan melukai jemaat-Nya, Ia melindungi jemaat-Nya, Ia membela jemaat-Nya, bahkan Ia berkorban bagi mereka. Semua ini tidak mudah sebab kita sering lupa akan hal ini atau bahkan tidak memahami hal tersebut sama sekali. Apabila ada dari kita yang melakukan kekerasan di dalam rumah kita, maka kita perlu bertobat.

Sebelum penulis kembali pulang ke Indonesia di bulan Desember 2010, setelah menyelesaikan studi lanjutnya, penulis memberanikan diri untuk meminta Virgina dan Davis menuliskan "Recipe for Life" dari mereka. Penulis meminta mereka untuk berbagi pengalaman mereka dalam membangun rumah tangga selama lebih dari 60 tahun. Sebab hal itu adalah hal yang sangat luar biasa di jaman modern seperti ini dan berharap pengalaman mereka dapat menjadi berkat bagi orang lain. Tulisan itu adalah satu kenangan berharga dari mereka. Di kesempatan ini penulis ingin membagikannya di sini. Selamat membaca dan Tuhan Yesus memberkati kita.

Dear Ade,

Your request for our "recipe for life" has caused Davis and me to think and talk seriously about things we usually take for granted. We will try to answer your request but you must remember that you are seeing only one "slice" of our life. We have had disappointments, sorrows, difficulties, and challenges at different stages and we have failed in many ways. We acknowledge, too, that the good in our life is a gift. 

We were born into homes with Christian parents who loved us. Our homes were happy and stable, though both of us lost our fathers at a young age. We had the resources for food, health care, and education. And Davis has good genes-his mother died at 105 and until the last year of her life she was still teaching a class and fixing suppers for the church youth group. 

As Christians, I imagine our recipe for life is the same as yours. Living in the love, forgiveness, and strength of Christ, we try to love God completely and our neighbours as our selves. We fail at this, of course, but our lives are lived in the faith and hope God gives us so we can always try again, and again, and again. 

As disciples of Christ we have always been a part of the church: worshiping each Sunday, praying and studying the Bible with other Christians, supporting the church with our gifts, and serving with others where Christ leads. 

Our way of life is based in a large measure on the common sense and the abundant knowledge God gives us about the way to health. You can google all the information that you need about healthy diet and exercise. Jesus reminds us to love our neighbours as ourselves and loving ourselves means eating wisely, medical check-ups, exercise and rest. When our children were small, exercise wasn't so important. Since they left home Davis and I have walked at least two miles a day. Use good time to talk together. 

About marriage, I believe that we can offer some more specific things. My children have joked that my advice about marriage can be boiled down to three rules: don't marry anyone that you haven't prayed with; get a library card before you get a credit card; give 10% of all that you earn away. Well, library cards are not as important as they were before the computer age, but I think all these principles are sound. Each marriage is different but any good marriage is based on a shared spiritual life, emphasizes learning and growth rather than acquiring things, and plans in advance to give proportionately and generously. 

Think of your marriage as a house, the only house you will ever own. If the roof leaks you fix it as soon as possible. If there's a crack in the foundation, you repair it. If a window pane is broken, you replace it. There will be leaks, cracks, breaks in your marriage. That's why for worse, sickness, poorer are included in the marriage vow. Don't wait to fix them. Pay attention to whatever is troubling and address it at once together. 
Here are 10 things that Davis and I have tried to do for the past 63 years.

1. Set aside a tithe at the first of each month so that we both remember that money is not ours but a gift from God. 
2. Pray together each day. At meals, of course, and in the evening. 
3. Use better manners at home than at work or at social gatherings. "Please and thank you" are said frequently. Don't interrupt the other when he/she is talking. 
4. Say "I'm sorry." You need God's forgiveness and each other's forgiveness daily. 
5. Set aside one day each week, as God commands, for rest, worship and renewal. This requires some ingenuity when you're a minister. Work schedules are different today. This isn't a matter of rules but of intention. 
6. Set aside some time each year for rest and renewal. A work conference doesn't count. 
7. Open your home to friends and those in need. 
8. Do something separately. Davis watches ball games; I garden. 
9. Continue learning. In the past decade Davis and I have taken dancing lessons, courses in art, science, and literature taken our grandsons on trips. 
10. Make time (especially important when you have children) to talk with each other every day. 

If I could choose one gift for you and Lime it would be grateful hearts. Seeing God's good gifts daily and saying "thank you" to God in all that you do and in all that comes to you is the basis of continuing life in Christ. Read Paul's advice in Philippians 4:4-7 often so that it becomes like breathing to you. 

Children are another subject. Raising children is harder than a doctoral study, but more fun and the most challenging education you'll ever get. They will change your life. The most important thing in raising children in a secure, joyful environment is to keep your marriage strong and healthy. Your love for each other came before the children and you will need to nurture it even as you nurture children. 

Remember that your marriage is a gift from God. It's a wonderful gift that will open doors to knowledge, pleasure, intimacy, experiences that you would never have as two separate individuals. You should give thanks for this gift together daily. Because your marriage is a gift, the home that you establish will serve others beside yourselves-children certainly but also students, friends, the lonely and sad, people on the fringes of society. They will all find a welcome here. God will use your marriage and your home in the bringing of His Kingdom. 
Davis and I will pray for you and Lime in this most exciting venture to which God calls you.
Peace,


Virginia

Terjemahan "Recipe for Life"
Untuk Ade,

Permintaanmu untuk resep kehidupan kami telah membuat aku dan Davis berpikir dan berbicara secara serius tentang banyak hal yang biasanya kami anggap sudah seharusnya terjadi. Kami akan mencoba menjawab permintaanmu, namun engkau harus mengingat bahwa apa yang sedang engkau lihat hanyalah satu bagian dari kehidupan kami. Kami telah mengalami kekecewaan, kesedihan, kesulitan dan banyak tantangan di berbagai tahap dan kami telah gagal dalam berbagai hal. Kami mengakui juga bahwa hal yang baik dalam hidup kami adalah suatu anugerah. 

Kami dilahirkan di rumah dengan orang tua Kristen. Rumah kami bahagia dan stabil, meskipun kami berdua kehilangan ayah kami ketika kami masih muda. Kami memiliki sumber makanan, jaminan kesehatan dan pendidikan. Davis mewarisi gen yang baik, ibunya meninggal saat berumur 105 dan hingga di akhir hidupnya, ibunya masih mengajar sebuah kelas, menyiapkan makan malam bagi kaum muda di gereja.

Sebagai pengikut Kristus, Aku membayangkan resep kehidupan kami adalah sama dengan milikmu. Hidup di dalam kasih, pengampunan dan kekuatan dari Kristus, kita mencoba mengasihi Tuhan sepenuhnya dan juga orang-orang di sekeliling kita seperti diri kita sendiri. Tentu kita gagal di sini, namun hidup kita adalah hidup di dalam iman dan pengharapan yang Tuhan berikan sehingga kita dapat selalu mencoba kembali, lagi dan seterusnya. Sebagai murid Kristus, kita sudah selalu menjadi bagian dari gereja, menyembah setiap hari Minggu, berdoa, belajar Alkitab bersama orang-orang Kristen lainnya, mendukung gereja dengan apa yang kita miliki dan melayani dengan sesama jemaat Tuhan kemanapun Kristus memimpin. 

Cara hidup kita adalah didasari oleh hal-hal  yang umum yang dapat diterima oleh akal serta pengetahuan yang melimpah yang Tuhan berikan kepada kita mengenai cara-cara hidup yang sehat. Engkau dapat mencari semua informasi yang engkau perlukan tentang diet yang sehat dan latihan. Yesus mengingatkan kita untuk mengasihi orang-orang di sekeliling kita sama seperti diri kita dan juga mengasihi diri kita sendiri, hal ini berarti makan dengan bijaksana, pemeriksaan medis, latihan dan juga beristirahat. Ketika anak-anak kami masih kecil, latihan fisik tidaklah begitu penting. Namun setelah mereka meninggalkan rumah, Davis dan aku berjalan sejauh 3 kilometer setiap harinya. Gunakanlah waktu yang baik untuk berbicara bersama-sama.

Mengenai pernikahan, aku percaya bahwa kami dapat memberikan hal-hal yang lebih spesifik. Anak-anakku selalu bercanda bahwa nasihatku tentang pernikahan pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga aturan: Jangan menikah dengan orang yang belum engkau doakan; dapatkan kartu perpustakaan terlebih dahulu sebelum engkau mendapatkan kartu kreditmu; berikan 10% milikmu kepada yang lain. Hmm, kartu perpustakaan tidaklah begitu penting seperti masa lalu sebelum adanya komputer, tapi aku pikir setiap prinsip ini memiliki dasar yang kuat. Setiap pernikahan adalah berbeda, namun pernikahan yang baik adalah berlandaskan hidup spiritual bersama, menekankan pada proses belajar dan bertumbuh ketimbang mencoba memiliki berbagai hal, dan rencanakan jauh di depan untuk memberi secara seimbang dan dengan tulus.

Pikirkanlah pernikahanmu seperti sebuah rumah, satu-satunya rumah yang akan engkau miliki. Jika atapnya bocor, engkau perbaiki dengan segera. Jika ada retak di fondasinya, engkau perbaiki itu. Jika rangka jendelanya rusak, engkau ganti. Akan ada kebocoran, keretakan dan kerusakan di dalam pernikahanmu. Itulah mengapa keadaan buruk, sakit atau keadaan tidak punya ada di dalam janji pernikahan. Janganlah menunggu untuk memperbaikinya. Perhatikan bagian yang bermasalah dan selesaikan hal tersebut secara bersama. 
Ada 10 hal yang aku dan Davis telah coba selama 63 tahun terakhir ini.

1. Sisihkan perpuluhan di setiap awal bulan sehingga kami ingat bahwa uang adalah bukan milik kita namun adalah pemberian Tuhan.
2. Berdoalah setiap hari, pada waktu makan tentunya dan pada waktu petang.
3. Gunakan tata krama yang lebih baik di rumah. "Silakan dan terimakasih" diucapkan dengan sering. Jangan menginterupsi jika ada yang sedang bicara.
4. Katakan "Aku minta maaf". Engkau memerlukan pengampunan dari Tuhan dan dari sesama setiap hari.
5. Pergunakanlah satu hari dalam setiap minggu untuk istirahat, menyembah dan membaharui diri. Hal ini memerlukan kecerdikan/keterampilan apabila engkau melayani. Jadwal pekerjaan di jaman sekarang ini sudah berubah. Ini bukanlah soal aturan namun sebuah hal yang perlu untuk dilakukan.
6. Sisihkan waktu untuk istirahat dan membaharui diri setiap tahun. Seminar dalam pekerjaan tidak termasuk di dalamnya.
7. Bukalah pintu rumahmu untuk teman-teman atau siapapun yang memerlukan.
8. Lakukan sesuatu secara terpisah. Davis menonton pertandingan bola, aku berkebun.
9. Teruslah belajar. Selama dekade terakhir ini, Davis dan aku telah mengambil pelajaran berdansa, kursus seni, sains dan sastra, serta mengantar cucu-cucu kami dalam perjalanan.
10. Upayakan waktu untuk berbicara satu sama lain setiap hari (terutama jika engkau telah memiliki anak-anak).
Jika aku dapat memilih sebuah kado bagi engkau dan Lime, aku akan memilih hati yang bersyukur. Melihat pemberian yang baik dari Tuhan dan mengucap syukur kepada-Nya di dalam setiap hal yang engkau lakukan dan setiap hal yang hadir dalam hidupmu adalah dasar dari hidup yang berkelanjutan di dalam Kristus. Bacalah nasihat Paulus di dalam surat Filipi 4:4-7 dengan sering sehingga hal ini menjadi seperti nafas bagimu.

Anak-anak adalah hal yang lain. Membesarkan anak-anak adalah lebih sulit ketimbang studi doktoral, tetapi lebih menyenangkan dan akan menjadi pembelajaran yang paling menantang yang engkau pernah dapatkan. Hal yang terpenting dalam membesarkan anak di dalam lingkungan yang aman dan penuh sukacita adalah tetap menjaga pernikahanmu kuat dan sehat. Kasih sayangmu satu sama lain hadir di hadapan anak-anak dan engkau perlu selalu menumbuhkannya seperti engkau membesarkan anak-anak.

Ingatlah bahwa pernikahanmu adalah pemberian dari Tuhan. Itu adalah pemberian yang ajaib yang akan membuka pintu-pintu pengetahuan, kebahagiaan, keintiman, pengalaman yang tidak akan pernah engkau dapati apabila sebagai dua pribadi terpisah. Kalian harus bersyukur atas pemberian ini setiap hari. Karena pernikahanmu adalah suatu hadiah. Rumah yang engkau bangun akan melayani banyak orang selain dirimu, anak-anak, juga teman-teman yang merasa sendiri, sedih, orang-orang yang tersisih. Mereka semua akan merasa diterima di rumahmu. Tuhan akan menggunakan pernikahanmu dan rumahmu untuk menyatakan kerajaan-Nya.
Davis dan aku akan berdoa bagimu dan Lime di dalam perjalanan yang menggembirakan ini yang mana Tuhan memanggil kalian.

Salam damai,

Virginia

(Catatan: Pada hari Minggu setelah membaca surat "Recipe for Life" dari Virginia dan Davis, penulis menjumpai kembali Virginia dan menanyakan padanya tentang makna dari bagian yang ia tuliskan mengenai kartu perpustakaan dalam suratnya. Sambil tersenyum Virginia mengingat dan menjelaskan bahwa ketika ia menikah dengan suaminya, Davis, di tahun 1940-an, Amerika Serikat saat itu sedang dilanda resesi ekonomi dan hidup pada saat itu sangat sulit. Salah satu yang menjadi hiburan bagi banyak keluarga Amerika saat itu adalah membawa anak-anak mereka ke perpustakaan dan membaca. Untuk mendapatkan kartu perpustakaan adalah sangat mudah dan gratis. Anak-anak saat itu begitu senang dan bangga ketika mereka memiliki kartu perpustakaan. Apa yang Virginia sampaikan pada bagian mendapatkan kartu perpustakaan sebelum mendapatkan kartu kredit adalah suatu bahasa kiasan yang memiliki pesan bahwa setiap keluarga perlu memiliki suatu cara hidup yang bijaksana dalam hal keuangan. Intinya adalah tentang mengatur keuangan secara bijaksana.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar