The Positive Side of Corona Pandemic (day 10) : Nyepi
Video terlampir memperlihatkan Jakarta pada tanggal 24 Maret 2020. Ibukota Indonesia yang sekaligus menjadi kota terbesar dan tersibuk di Indonesia ini terlihat begitu lengang dan sepi. Paman saya yang mengirimkan video tersebut berujar via chat nya "Jakarta Nyepi".
Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Saudara-saudara kita umat Hindu di Bali merayakan Nyepi pada tanggal 25 Maret 2020 kemarin. Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan/kalender caka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Kalau biasanya tahun baru dirayakan dengan pesta pora kembang api dan kegiatan meriah dengan terompet bersahut-sahutan sepanjang malam, maka Tahun Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi.
Teman2, melalui program "Work from Home" dan "Social Distancing", tampaknya kita semua diberi kesempatan dan dipaksa untuk mencicipi nuansa nyepi. Kalau di Bali suasana nyepi dijaga oleh polisi adat Pecalang, maka berbagai kota di Indonesia bahkan di dunia dipaksa melakukan "Nyepi" dengan dijaga oleh polisi yang tidak kasat mata yaitu virus Corona.
Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia/microcosmos) dan Bhuana Agung/macrocosmos (alam semesta).
Kerabat saya yang tinggal di Bali bercerita bahwa udara di Bali di hari pertama sesudah Hari Raya Nyepi begitu segar, kualitas oksigen dan segarnya udara jauh berbeda dengan hari-hari sebelum nyepi. Kesaksian kerabat saya ini merupakan bukti dalam tataran paling sederhana dari makna "Menyucikan Bhuana Agung/ Alam Semesta". Menariknya pada malam hari raya nyepi kemarin, partner kerja saya berucap dengan bangga "di Jakarta sekarang bisa lihat Bintang lho". Ungkapan partner saya ini senada dengan beberapa berita yang menyatakan bahwa langit di Wuhan yang biasanya di selimuti asap dan polusi, sekarang langitnya membiru dan awan yang bergelantungan kembali terlihat.
Bila pandemi Corona dengan program WFH dan Social distancing nya (dan Lock down di beberapa negara lain) terbukti dapat kembali menyucikan Bhuana Agung/Alam Semesta, jangan-jangan tujuan Sang Pencipta memperkenankan hadirnya virus Corona ini (bukankah iman kita menyatakan bahwa semua bisa terjadi hanya atas perkenan sang Pencipta) adalah juga untuk kembali menyucikan Bhuana Alit / alam manusia yang tidak lain adalah kita semua?
Menyucikan kembali manusia yang (ngakunya) merupakan mahkluk ciptaan paling tinggi derajatnya, yang merupakan cerminan Sang Pencipta sendiri (ngakunya) ? Apa yang telah terjadi dan dilakukan oleh kita manusia ?
Teman2 mari saya ajak menikmati puisi indah yang ditulis oleh KH Ahmad Mustofa Bisri terlampir. Saya kutip bagian terakhirnya ya "Corona memurnikan agama. Bahwa tak ada yang boleh tersisa kecuali Tuhan itu sendiri ! Temukan Dia" !!. Bukan main indah dan dalamnya puisi KH Ahmad Mustofa Bisri ini. Beliau dengan jitu memotret perilaku kita beragama selama ini, dimana kita sudah meng Tuhan kan agama. Betapa agama telah mengkotak-kotakkan umat manusia yang merasa Agamanyalah yang paling benar, betapa agama telah membuat manusia dungu dan kehilangan rasa kemanusiaan nya, betapa demi ritual agama, manusia rela membiarkan saudara2 nya terpapar virus Corona yang mematikan, betapa ..........
Sang Pencipta melalui mahluk ciptaan Nya yang paling sederhana berbentuk virus mungkin ingin menyampaikan pesan Nya "di mata Ku, kalian semua adalah sama". Lihat saja aksi si Corona ini, dia melekat diam-diam pada manusia tanpa pandang bulu, apapun warna kulitnya, apapun bangsanya, apapun agamanya.
Puisi indah dan bermakna dari KH Ahmad Mustofa Bisri ini telah beredar di kisaran minggu lalu, namun ajakan "... bahwa tidak boleh ada yang tersisa, kecuali Tuhan itu sendiri, Temukan Dia" telah menguap entah kemana. Terbukti di hari raya Nyepi kemarin bukannya berusaha menemukan Tuhan dengan meninggalkan semuanya, dengan berserah pada kehendakNya, dengan tawakal, tapi malah beredar chat yang meminta-minta agar Corona segera berlalu agar ...............
Rupanya kesempatan untuk "Nyepi" selama 10 hari ini masih terlalu singkat dan belum cukup. Di balik Corona Pandemic, di sisa waktu program Social Distancing dan WFH ini mari kita lanjutkan kegiatan "Nyepi", berupaya lebih sungguh-sungguh untuk menemukan Dia dengan meninggalkan semuanya kecuali Tuhan itu sendiri. Mari lanjutkan "Nyepi" (Coah Hardy /SLC).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar