*Inspiring story :*
Tiga anak muda teman satu angkatan di STT Telkom angkatan 2007, Arief Setiawan (25), Walesa Danto (26) dan Lisa Wulandari (26) memilih untuk membantu petani bawang merah agar bisa langsung menjual hasil produknya ke konsumen.
Ide ini tercetus saat mereka mengikuti kompetisi Hackathon Merdeka 1.0 pada Agustus 2015 lalu, yang memiliki tema besar "Pangan".
Dari berbagai komoditas, mereka akhirnya memilih komoditas bawang merah. Solusinya, mereka tak puas hanya dengan aplikasi monitoring harga pasar, melainkan harus ada aksi nyata yang bisa dilakukan.
"Saat itu kebanyakan mengambil komoditas beras, gula, daging.
Dan kami berpikir komoditas itu sudah terlalu pelik (masalahnya).
Akhirnya kami memilih bawang, siapa sih yang tidak makan bawang. Bawang putih, ternyata 80% impor, jadi kami tak bisa berbuat apa-apa.
Nah, bawang merah akhirnya kami pilih karena unik dan tersentralisasi," jelas Lisa.
Di Indonesia, ada sentra-sentra bawang merah seperti di Brebes, Sumenep yang memiliki karakteristik produk sendiri-sendiri.
Mereka menemukan, rantai pemasaran bawang merah dari petani sangat panjang.
"Ada 7 mata rantai pemasaran yang mendapatkan margin distribusi 80%," tutur Lisa saat berbincang dengan detikcom di Cilandak Town Square (Citos), Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Selasa (4/3/2016) lalu.
Lisa mencontohkan untuk saat ini, harga bawang merah dari petani adalah Rp16 ribu, namun di pasar harganya bisa mencapai Rp32 ribu - Rp35 ribu.
"Ide kami itu memotong middle man (rantai pemasaran), dan visi kami menciptakan fair trade ke petani.
Jadi konsumen juga tahu produknya dari petani siapa," imbuh gadis berjilbab dan berkacamata ini.
Ide mereka mewujud dalam aplikasi limakilo.id. Situs dan aplikasi ini akan mengumpulkan order konsumen bawang merah. Konsumen memesan secara eceran dengan ukuran 2,5 kg, dan limakilo.id mengumpulkannya hingga mencapai kuota 100 kg, baru memesankannya pada petani.
Hal ini karena skala keekonomisan biaya logistik tercapai pada 100 kg itu.
Kala mereka mempresentasikan ide itu, bersama beberapa winner Hackathon Merdeka 1.0 lain di hadapan Presiden Jokowi pada 2015 lalu, mereka ditantang untuk segera melaksanakannya di lapangan.
Lisa dan kawan-kawannya segera terjun ke Brebes mencari petani model yang bisa diajak bekerja sama.
Di lapangan, banyak hambatan yang mereka temukan.
Mereka harus mendekati petani satu per satu untuk menjelaskan model bisnisnya.
Tantangannya mulai dari petani yang gagap teknologi hingga susahnya mendapatkan kepercayaan.
Akhirnya, satu keluarga petani bernama Syamsul Huda bersedia menjadi contoh.
Dari mencari petani, masalah beralih ke mencari modal.
Lisa Cs pun mesti mengumpulkan modal dari relasi, teman dan kerabatnya dengan janji asal balik modal saja.
Memaksimalkan sosial media dan word of mouth (WOM) gratis, tahap pertama, maka didapatkanlah order 700 kg bawang merah.
Kenyataannya, mereka harus melangkah lebih jauh dari sekedar membuat aplikasi. Mengedukasi petani untuk mengemas bawang merah hingga memberikan label supaya bawang merahnya tampil manis seperti yang dijual di supermarket.
"Mereka awesome lho saat tahu bawang merahnya bisa dikemas serupa dengan yang di supermarket," jelasnya.
Di label itu, diberikan keterangan tanggal panen, nama petani dan berat bersih kemasan.
Juga keterangan praktik fair trade pada petani.
"Jadi kami menjual bawang merah itu lebih murah 10-15% dari harga di pasar yang langsung diterima di rumah konsumen.
Namun memberikan margin lebih tinggi kepada petani dari yang diberikan oleh tengkulak," tutur Lisa.
Respons konsumen limakilo.id ternyata cukup menggembirakan.
Keinginan mereka untuk menumbuhkan kesadaran penghargaan pada petani juga sudah mulai tumbuh pada konsumen.
Melihat seorang petani sukses menjual bawang merahnya secara langsung dengan kemasan manis, rekan-rekan petani model itu mulai tertarik untuk bergabung.
Hingga Maret 2016 ini, sudah ada sekitar 5-7 petani yang bersedia memasok bawang merah. Konsumen tetap yang berhasil digaet pun kini berhasil mencapai 150 konsumen tiap minggu.
Kini mereka juga bekerja sama dengan komunitas petani "Pasar Kecil" yang mewadahi 9 petani di Bandung untuk memasok sayur mayur organik, dengan sistem yang sama dengan bawang merah.
Menerima order kolektif dari pembeli dan langsung membeli kolektif pada petani.
Tak heran, inovasi anak-anak muda -yang rela resign dari pekerjaan mapan demi membantu petani- ini diganjar beberapa penghargaan.
Selain sebagai winner di Hackathon Merdeka 1.0, juga menjadi Top 10 Indonesia Next App 2.0, Top 10 Mandiri Hackathon dan menjadi finalis Wira Usaha Muda Mandiri.
Ke depan mereka akan menambah mitra petani, mencari perwakilan untuk menjalankan QA (Quality Assurance), dan mencari investor yang sejalan dengan visi mereka.
Di media sosial, gerakan belanja langsung ke petani ini mereka beri hashtag #yukbelanjakepetani.
"Sebisa mungkin kami memangkas rantai distribusi supaya efisien, dan memberikan margin share lebih ke petaninya.
Kami melakukan saja apa yang bisa kami lakukan," tandas Lisa yang ditemani Arief.
Tiga anak muda teman satu angkatan di STT Telkom angkatan 2007, Arief Setiawan (25), Walesa Danto (26) dan Lisa Wulandari (26) memilih untuk membantu petani bawang merah agar bisa langsung menjual hasil produknya ke konsumen.
Ide ini tercetus saat mereka mengikuti kompetisi Hackathon Merdeka 1.0 pada Agustus 2015 lalu, yang memiliki tema besar "Pangan".
Dari berbagai komoditas, mereka akhirnya memilih komoditas bawang merah. Solusinya, mereka tak puas hanya dengan aplikasi monitoring harga pasar, melainkan harus ada aksi nyata yang bisa dilakukan.
"Saat itu kebanyakan mengambil komoditas beras, gula, daging.
Dan kami berpikir komoditas itu sudah terlalu pelik (masalahnya).
Akhirnya kami memilih bawang, siapa sih yang tidak makan bawang. Bawang putih, ternyata 80% impor, jadi kami tak bisa berbuat apa-apa.
Nah, bawang merah akhirnya kami pilih karena unik dan tersentralisasi," jelas Lisa.
Di Indonesia, ada sentra-sentra bawang merah seperti di Brebes, Sumenep yang memiliki karakteristik produk sendiri-sendiri.
Mereka menemukan, rantai pemasaran bawang merah dari petani sangat panjang.
"Ada 7 mata rantai pemasaran yang mendapatkan margin distribusi 80%," tutur Lisa saat berbincang dengan detikcom di Cilandak Town Square (Citos), Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Selasa (4/3/2016) lalu.
Lisa mencontohkan untuk saat ini, harga bawang merah dari petani adalah Rp16 ribu, namun di pasar harganya bisa mencapai Rp32 ribu - Rp35 ribu.
"Ide kami itu memotong middle man (rantai pemasaran), dan visi kami menciptakan fair trade ke petani.
Jadi konsumen juga tahu produknya dari petani siapa," imbuh gadis berjilbab dan berkacamata ini.
Ide mereka mewujud dalam aplikasi limakilo.id. Situs dan aplikasi ini akan mengumpulkan order konsumen bawang merah. Konsumen memesan secara eceran dengan ukuran 2,5 kg, dan limakilo.id mengumpulkannya hingga mencapai kuota 100 kg, baru memesankannya pada petani.
Hal ini karena skala keekonomisan biaya logistik tercapai pada 100 kg itu.
Kala mereka mempresentasikan ide itu, bersama beberapa winner Hackathon Merdeka 1.0 lain di hadapan Presiden Jokowi pada 2015 lalu, mereka ditantang untuk segera melaksanakannya di lapangan.
Lisa dan kawan-kawannya segera terjun ke Brebes mencari petani model yang bisa diajak bekerja sama.
Di lapangan, banyak hambatan yang mereka temukan.
Mereka harus mendekati petani satu per satu untuk menjelaskan model bisnisnya.
Tantangannya mulai dari petani yang gagap teknologi hingga susahnya mendapatkan kepercayaan.
Akhirnya, satu keluarga petani bernama Syamsul Huda bersedia menjadi contoh.
Dari mencari petani, masalah beralih ke mencari modal.
Lisa Cs pun mesti mengumpulkan modal dari relasi, teman dan kerabatnya dengan janji asal balik modal saja.
Memaksimalkan sosial media dan word of mouth (WOM) gratis, tahap pertama, maka didapatkanlah order 700 kg bawang merah.
Kenyataannya, mereka harus melangkah lebih jauh dari sekedar membuat aplikasi. Mengedukasi petani untuk mengemas bawang merah hingga memberikan label supaya bawang merahnya tampil manis seperti yang dijual di supermarket.
"Mereka awesome lho saat tahu bawang merahnya bisa dikemas serupa dengan yang di supermarket," jelasnya.
Di label itu, diberikan keterangan tanggal panen, nama petani dan berat bersih kemasan.
Juga keterangan praktik fair trade pada petani.
"Jadi kami menjual bawang merah itu lebih murah 10-15% dari harga di pasar yang langsung diterima di rumah konsumen.
Namun memberikan margin lebih tinggi kepada petani dari yang diberikan oleh tengkulak," tutur Lisa.
Respons konsumen limakilo.id ternyata cukup menggembirakan.
Keinginan mereka untuk menumbuhkan kesadaran penghargaan pada petani juga sudah mulai tumbuh pada konsumen.
Melihat seorang petani sukses menjual bawang merahnya secara langsung dengan kemasan manis, rekan-rekan petani model itu mulai tertarik untuk bergabung.
Hingga Maret 2016 ini, sudah ada sekitar 5-7 petani yang bersedia memasok bawang merah. Konsumen tetap yang berhasil digaet pun kini berhasil mencapai 150 konsumen tiap minggu.
Kini mereka juga bekerja sama dengan komunitas petani "Pasar Kecil" yang mewadahi 9 petani di Bandung untuk memasok sayur mayur organik, dengan sistem yang sama dengan bawang merah.
Menerima order kolektif dari pembeli dan langsung membeli kolektif pada petani.
Tak heran, inovasi anak-anak muda -yang rela resign dari pekerjaan mapan demi membantu petani- ini diganjar beberapa penghargaan.
Selain sebagai winner di Hackathon Merdeka 1.0, juga menjadi Top 10 Indonesia Next App 2.0, Top 10 Mandiri Hackathon dan menjadi finalis Wira Usaha Muda Mandiri.
Ke depan mereka akan menambah mitra petani, mencari perwakilan untuk menjalankan QA (Quality Assurance), dan mencari investor yang sejalan dengan visi mereka.
Di media sosial, gerakan belanja langsung ke petani ini mereka beri hashtag #yukbelanjakepetani.
"Sebisa mungkin kami memangkas rantai distribusi supaya efisien, dan memberikan margin share lebih ke petaninya.
Kami melakukan saja apa yang bisa kami lakukan," tandas Lisa yang ditemani Arief.
Dikirim dari perangkat Samsung saya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar