"Gembalakanlah domba-domba-Ku. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan kemana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki." (Yohanes 21:18)
Di dalam Alkitab, kita menjumpai begitu banyak tokoh yang begitu mengasihi Tuhan dan kita dapat belajar dari para tokoh tersebut. Meskipun demikian, para tokoh itu juga sering mengalami kegagalan ketika mereka mengikut Tuhan. Salah satunya adalah Petrus. Kita tahu latar belakang Petrus, sebelum mengikut Tuhan ia adalah seorang nelayan. Kemudian setelah ia menyangkal Tuhan, ia sepertinya merasakan betapa dirinya tidak layak menjadi murid-Nya dan hendak kembali kepada pekerjaan lamanya yakni sebagai seorang nelayan. Namun, Tuhan Yesus sangat mengasihi Petrus dan Ia mengkhususkan diri untuk bercakap-cakap dengan Petrus. Memang benar, Petrus dahulu adalah seorang nelayan dan Tuhan pernah mengajaknya menjadi penjala manusia, tetapi kini Tuhan menghendakinya untuk melakukan pekerjaan yang lebih besar lagi yakni menjadi seorang gembala. Meskipun Petrus banyak melakukan kesalahan dan jatuh dalam kegagalan namun demikianlah Tuhan memulihkan Petrus, memberinya tanggung jawab yang lebih besar.
Bagi kita, Petrus juga adalah seorang guru sebab dari Petrus kita dapat belajar bagaimana ia mengasihi Tuhan. Bagi kita yang percaya kepada Tuhan Yesus, kita tentu tahu betul bahwa hukum yang terutama adalah mengasihi Tuhan Allah kita dengan segenap hati, jiwa dan akal budi kita. Namun kita sering kurang memahami atau tidak tahu bagaimana menjalankan hukum tersebut secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam Yohanes 14:15, Tuhan Yesus berfirman, "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku." Apa yang Tuhan Yesus sampaikan ini adalah hal yang secara nyata dapat kita lakukan ketika kita mengasihi Tuhan, yakni kita akan menuruti segala perintah Tuhan, kita melakukannya tanpa bersungut-sungut. Meski demikian, hal ini ternyata tidak semudah yang kita bayangkan sebab pada saat ini kita masih hidup di dalam tubuh manusia yang memiliki hawa nafsu/kedagingan.
Dalam perjumpaan di danau Tiberias, setelah Tuhan menanyakan sebanyak tiga kali kepada Petrus apakah ia mengasihi Tuhan. Di setiap pertanyaan-pertanyaan tersebut, Tuhan selalu mengakhiri dengan perintah kepada Petrus untuk menggembalakan domba-domba-Nya dan memberi makan mereka. Tuhan Yesus tidak menghendaki Petrus kembali kepada kehidupan lamanya sebagai seorang nelayan. Petrus memahami betul apa yang Tuhan sedang perintahkan kepadanya. Petrus paham betul gambaran seorang gembala. Ketika para murid sedang mengikut Tuhan saat Ia mengajar orang banyak. Mereka telah mendengar pengajaran-Nya bahwa Tuhan menyatakan diri-Nya sebagai gembala yang baik (Yohanes 10). Di dalam bagian itu, Tuhan juga sedang mengkritik orang Farisi dengan membandingkan mereka seperti pencuri dan perampok. Apa yang mereka kerjakan adalah demi keuntungan mereka sendiri. Tuhan Yesus adalah gembala yang baik dan gembala yang baik akan memberikan nyawanya bagi domba-dombanya (Yohanes 10:11). Petrus paham ketika Tuhan memerintahkan dirinya untuk menjadi sebagai gembala maka hal itu berarti Tuhan-pun menghendaki Petrus untuk berkorban bahkan mati bagi Tuhan dan bagi jemaat-Nya. Ketika Petrus mengikut Tuhan kembali, Ia paham bahwa Ia harus berkorban (sacrifice) dan taat (obey) kepada Tuhan apapun harga yang harus ia bayar.
Dua hal tersebut, berkorban dan taat adalah dua aspek utama dalam mengasihi Tuhan. Kitapun juga telah mendengar akan hal ini, sebab di kesempatan yang lain Tuhan pernah berfirman bahwa barangsiapa yang mengikut Dia maka ia harus menyangkal diri dan memikul salib (Matius 16:24). Itulah mengapa mengikut Tuhan Yesus sebenarnya bukanlah hal yang mudah. Jangankan menyangkal diri atau pikul salib untuk Tuhan, tidak jarang yang terjadi adalah ketika kita berada di dalam komunitas orang-orang percaya, kitapun seringkali sulit menahan diri dan bertindak sesuai dengan apa yang kita pikir adalah benar sehingga hal itu menimbulkan pertentangan dengan orang lain yang berbeda pandangan dengan kita. Pada saat itu, Tuhan sesungguhnya sedang bersabar dengan diri kita, hingga kita mengerti bahwa seharusnya kita perlu lebih menahan diri dan berpikir panjang sebelum bertindak atau mengucapkan kata-kata yang dapat mengakibatkan perselisihan. Tidak hanya itu, pada saat ini, ada begitu banyak pesan-pesan yang diberitakan oleh para hamba Tuhan baik dari mimbar gereja maupun di media sosial yang berkebalikan dari apa yang Tuhan pesankan. Banyak dari pesan itu sebenarnya tidak berbeda dari pesan-pesan motivasi yang misalnya menyatakan bahwa ketika mengikut Tuhan maka hidup di dunia ini akan menjadi sejahtera, berlimpah secara materi dan bebas dari sakit penyakit asalkan kita punya iman. Lalu apabila hal-hal itu tidak terjadi maka berarti ada sesuatu yang keliru dengan iman kita. Pesan-pesan seperti itu dapat membuat iman seseorang menjadi dangkal sebab sebenarnya ketika seseorang mengikut Tuhan maka ia tidak lepas dari berbagai ujian dan pencobaan.
Tuhan Yesus menegaskan kembali hal tersebut kepada Petrus bahwa pada saat Petrus mengikut Tuhan maka ia akan mengalami penderitaan. Hal tersebut Ia sampaikan di dalam Yohanes 21:18, "Gembalakanlah domba-domba-Ku. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan kemana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki." Menyadari bahwa ia akan menderita dan melihat Yohanes sedang berjalan mengikuti mereka saat itu, Petrus-pun bertanya kepada Tuhan, "Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini (Yohanes)?" Secara manusiawi, apa yang Petrus tanyakan ini adalah juga banyak kita tanyakan kepada Tuhan, seolah-olah kita ingin memprotes bahwa mengapa seolah-olah hanya kita yang mengalami kesulitan, bagaimana dengan orang-orang percaya lainnya? Kita cenderung membandingkan keadaan kita dengan orang lain dan senang berperan sebagai korban (playing victim). Tuhan-pun menjawab, (mungkin dengan sedikit bergaya bahasa sarkasme/keras), kepada Petrus. "Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku." Petrus-pun terdiam seribu bahasa dan ia mengikut Tuhan.
Ketika Petrus bertambah usia, ia menggembalakan jemaat Tuhan di banyak kota dan juga menuliskan surat penggembalaannya kepada jemaat-jemaat Tuhan yang tersebar di berbagai tempat lain seperti di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia kecil dan Bitinia (daerah negara Turki saat ini). Dari surat-surat ini kita bisa melihat pertumbuhan rohani di dalam diri Petrus. Ia sudah berubah, ia bukan lagi seseorang yang bertemperamen keras seperti dahulu, ia lebih bijaksana. Sangat menarik apabila kita membaca salam pembuka surat yang kedua dari Petrus kepada para jemaat tersebut (2 Petrus 1:1), di dalam Alkitab terjemahan berbahasa Inggris seperti NIV, Petrus menuliskan surat itu kepada mereka yang menerima iman "as precious as ours" (sayangnya, di dalam terjemahan Bahasa Indonesia, bagian "as precious as ours" ini tidak diterjemahkan, di sana hanya ditulis "…bersama-sama dengan kami memperoleh iman oleh…"). Saat Petrus menulis iman jemaat yang "as precious as ours", ia menjelaskan bahwa iman yang dimiliki oleh para jemaat juga adalah iman yang sama, iman yang berharga seperti iman milik para rasul. Iman yang bagaimanakah itu? Iman yang tidak gugur oleh karena berbagai pencobaan maupun penderitaan. Kita tentu akan teringat Ketika Tuhan berkata kepada Petrus bahwa Iblis akan menampinya seperti gandum namun Tuhan berdoa agar imannya tidak gugur (Lukas 22:31-32). Surat Petrus telah menguatkan para jemaat di daerah-daerah tadi yang pada saat itu juga mengalami berbagai siksaan oleh karena mempertahankan iman mereka dan iman mereka adalah iman yang tidak gugur seperti iman para rasul.
Ketika Tuhan memberitahukan kepada Petrus bahwa ia harus berkorban bahkan mati, hal tersebut adalah sesuatu yang baik dan perlu untuk Ia katakan kepada Petrus. Sebab nubuatan ini akan membuat Petrus lebih kuat di masa mendatang ketika ia menghadapi kesulitan, bahkan kesulitan yang mengancam jiwanya. Bagaimanakah dengan kita, ketika Tuhan mengatakan hal yang sama? Mungkin kita belum mampu menjawab hal tersebut saat ini dalam bentuk komitmen yang utuh kepada Tuhan untuk setia dan taat, sebab kita tahu bahwa hal tersebut tidak mudah. Namun, Rasul Paulus pernah menulis tentang hal tersebut di dalam Filipi 1:29, "Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia," Menurut cerita tradisi, di akhir hidupnya Petrus mati sebagai martir Tuhan dengan cara disalibkan secara terbalik di bawah kekuasaan kaisar Nero. Demikian juga dengan rasul-rasul lainnya (termasuk Paulus yang mati dipenggal kepalanya). Mereka semua mati sebagai martir (kecuali Rasul Yohanes yang Tuhan anugerahkan umur lebih panjang dan tidak mengalami kematian secara martir). Petrus adalah seorang guru dan juga gembala, darinya kita belajar bagaimana kita mengasihi Tuhan secara nyata yakni taat dan berkorban bagi-Nya. Dua hal yang tidak mudah, namun kita dapat melakukannya dengan pertolongan Roh Kudus. Meskipun pada awal perjalanannya ketika mengikut Tuhan, Petrus banyak melakukan berbagai kesalahan dan kegagalan. Namun Tuhan tetap mengasihinya dan ia mengasihi Tuhan. Kasih Petrus memang tidak sempurna namun ia akhirnya mengerti bahwa mengikut Tuhan berarti mengharuskannya untuk berkorban dan taat, bahkan taat sampai mati. Tulisan ini bukanlah sebuah tulisan yang menyarankan suatu gaya hidup penuh kesulitan atau mengajarkan kepada kita bahwa hidup sebagai murid Tuhan haruslah hidup yang penuh kesusahan, penuh penderitaan, mengejar kesucian dengan hidup sebagai biarawan/wati atau berbagai hal ekstrim lainnya, bukan. Namun, tulisan ini menjelaskan bagaimana kita belajar dari Petrus ketika ia mengasihi Tuhan, ia taat dan rela berkorban untuk Tuhan bahkan hingga mati bagi-Nya. Kasih kita kepada Tuhan bukanlah hal yang dimanifestasikan di dalam perasaan saja. Bukan saja lewat ekspresi yang kita perlihatkan di setiap hari Minggu pada saat menyanyi berjemaat atau ketika memberikan persembahan di gereja. Lebih dari itu, kita mau berkorban dan taat kepada Tuhan di dalam seluruh aspek kehidupan lainnya di dalam kehidupan kita sehari-hari yang tidak terlihat oleh orang lain, sebab justru hal inilah yang lebih penting.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar