Ingat almarhum Prof. Sahetafi yg selalu lantang menyampaikan kalimat itu. Dan kita sebagai bangsa telah merasakan dan sll merasakan hal itu. Dimulai dari era orde baru, jeda sejenak, kambuh lagi di era SBY. Keseharian kita juga kerap mengalami hal yg sama bahkan dalam keluarga. Dalam pemerintahan kita merasakan bgmn busuknya Soeharto meracuni dan membangun budaya korup, dia yg memulai bersama keluarganya. Seolah tidak ada celah yg tersisa atas praktek kebrutalan akhlak dalam hal memalak yg bukan hak sampai tersedak. Zaman SBY sama saja, terlihat dari orang PD yg begitu banyak masuk bui karena berlomba memperkaya diri. Bekas nya kelihatan dari banyak nya kemangkraan yg di wariskan. Semua contoh diatas adalah karena kepalanya busuk duluan. Soeharto dan SBY 11-12. Belum lagi kepala daerah Gub yg berjumlah 34, Bupati, Walikota, Camat sampai lurah. Berapa yg gak busuk, berapa sisa yg masih baik. Ngeri kali kan. Kasus di kemenkue, kepalanya kebetulan gak busuk, malah badannya busuk duluan, bahkan mungkin sudah menjalar keekornya. Hanya saja mereka luput dari penciuman, atau tidak terasa karena di poles pormalin. Jutaan kasus yg belum terungkap hadir di tengah kita, dari mulai urusan tanah, sampai akta kelahiran pun bisa menjadi barang busuk karena ulah sebagian manusia yg memang sudah busuk duluan. Kita harus jujur capek hati melihatnya. Tapi selama kita masih bisa merasakan kebaikan maka suara kita dibutuhkan minimal untuk menjadi penyeimbang atas keburukan yg hadir berdampingan dengan kebaikan. Sekarang posisi anda ada dimana, sebagai kepala keluarga, atau kepala yg lainnya. Jaga jangan sampai BUSUK duluan karena hal itu bisa menghancurkan. *Iyyas Subiakto*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar