*Pancasila Selaras Dengan Syari'at* Jika ada yang membenturkan Pancasila dengan Islam maka jelas ia tidak paham Pancasila dan Islam. Jika ada yang mempermasalahkan agama dan nasionalisme bahkan menganggap nasionalisme tidak ada dalilnya maka jelas ia tidak memahami inti sari ajaran agamanya walau berkedok ahli agama. Yang teriak NKRI kafir, thaghut, mengatakan Pancasila simbol berhala maka perlu ngaji lagi. Pancasila itu sangat selaras dengan syari'at bahkan Pancasila itu perwujudan dari syari'at. Pancasila itu ajaran langit yang sudah membumi. Perwujudan dari ajaran Islam rahmatan lil 'alamin 'ala Nusantara. Dengan Pancasila, syari'at Islam bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari tak sebatas hanya pesan yang menggantung dilangit. Coba, mana butirnya yang bertentangan dengan Islam? Sila keberapa yang bermasalah dan menabrak syari'at Islam? Dari sisi mananya sehingga mengatakan Pancasila itu simbol kekufuran? Pancasila itu bukan agama tapi menyatukan antar pemeluk agama. Jika setia mengamalkan nilai-nilai Pancasila bukan berarti menandingi ajaran agama. Tidak tepat jika membandingkan norma Pancasila dengan norma agama. Tidak tepat jika memberikan pilihan untuk memilih Pancasila ataukah Islam. Ini pilihan yang jungkir balik sebab Pancasila itu berisi poin-poin ajaran Islam. Keesaan Tuhan, kemanusiaan, keadilan, adab, persatuan, kepemimpinan, kebijaksanaan, musyawarah dan keadilan sosial semua itu adalah ajaran Islam. Orang yang mengamalkan nilai-nilai Pancasila ini berarti sejatinya mengamalkan ajaran Islam, ajaran Allah dan ajaran Rasulullah, bukan malah dianggap menyekutukan Allah atau membuat tandingan Allah. Pancasila itu hanya sekedar simbol bukan untuk disembah atau dipuja. Yang mengira kalau Pancasila itu disembah berarti tidak pernah belajar pendidikan Pancasila. Pancasila itu membawa rahmat. Sumbangsih ulama Nusantara dan kaum nasionalis dalam membentuk negara ideal. Jadi yang merumuskan Pancasila dan menerimanya sebagai dasar negara bukanlah orang yang bodoh tapi ulama yang tidak diragukan lagi pemahaman keislamannya. Pewaris para nabi. Hadratussyeikh Mbah Hasyim Asy'ari dan Mbah Dahlan pendiri ormas besar Islam menerima Pancasila dengan tulus hati. Para ulama yang jelas keulamaannya rela mati-matian membela Pancasila. Lha ini ada orang baru belajar agama sudah teriak kopar-kapir terhadap Pancasila. Pancasila menyatukan kita apapun agama, suku dan etniknya. Pancasila simbol kebhinnekaan. Pancasila benar-benar membawa rahmat yang mampu mengikat perbedaan-perbedaan sehingga tidak buyar dan ambyar. Pancasila memang dahsyat sehingga NKRI terus berdiri kokoh. Jika tidak ada Pancasila, kita akan tercerai berai. Hancur berkeping-keping menjadi negara-negara kecil. Pancasila adalah simbol identitas bangsa. Sebagai bukti bahwa NKRI bukanlah negara agama dan bukan pula negara sekuler yang anti agama. NKRI bukanlah negara Islam, bukan negara Kristen tapi negara kesatuan, didalamnya terhimpun berbagai agama dan golongan. NKRI bukan pula negara sekuler sebab masyarakatnya sangat religius, sistem syariah maju pesat, pendidikan agama terus berkembang bahkan ada Kementerian Agama. Masih kurang apalagi religiusnya NKRI. Jika ada kemaksiatan atau ketimpangan, bukan salah Pancasilanya tapi pemeluknya. Penduduknya yang belum sepenuhnya mengamalkan Pancasila dengan baik. Kita harus bangga dengan Pancasila. Kebanggaan itu diwujudkan dengan rasa syukur. Syukur menerima perbedaan-perbedaan. Tak perlu membenci karena berbeda agama dan ras. Tak perlu menghina simbol agama lain. Tak perlu superior sebagai mayoritas dan inferior sebagai minoritas. Semua setara dihadapan hukum. Setara dihadapan Tuhan. Semuanya sedulur. Kesetiaan rakyat terhadap Pancasila sudah teruji walau masih ada kelompok-kelompok yang alergi dan ngelu kalau mendengar Pancasila. Ngelu kalau lihat burung Garuda. Ketakutan kalau suruh hormat bendera konon katanya takut imannya runtuh. Meriang kalau suruh nyanyi Indonesia Raya disangkanya lagu itu lagu kaum kafir kalau dinyanyikan auto murtad. Waduh. Kesetiaan terhadap Pancasila itu teruji dengan banyaknya ideologi impor yang berupaya untuk mendongkel Pancasila. Berusaha untuk mengganti ideologi negara. Ada ideologi ekstrem kiri dengan komunisme dan ada ideologi ekstrem kanan dengan khilafahisme. Alhamdulillah. Semua gerakan itu tumbang. Pancasila benar-benar kokoh walau akan terus ada cibiran-cibiran kaum anti Pancasila. Hanya mereka yang tidak bersyukur yang anti dengan Pancasila. Mereka yang tidak bersyukur yang masih ketakutan atau terpaksa menyanyikan lagu Indonesia Raya. Lagu Indonesia Raya bukanlah lagu pemujaan kepada roh atau setan atau berhala tapi lagu yang isinya ekspresi syukur, nasionalisme dan kecintaan terhadap tanah tumpah darah. Lagu kebangsaan ini juga diciptakan oleh tokoh yang paham agama. Sangat religius. Apakah harus mengubah lirik Indonesia Raya kedalam bahasa Arab agar dianggap Islami dan sesuai syari'at? Yang aneh lagi, jargon hubbul wathan minal iman bagi pembencinya disangka hadits palsu. Sejak kapan hadits ini dinisbahkan kepada kanjeng nabi? Semua yang memakai jargon ini juga mengetahui kalau jargon ini bukan hadits. Hanya ekspresi bahwa cinta tanah air bagian dari keimanan. Walau sederhana, jargon ini punya makna yang sangat mendalam dan sesuai fakta bahwa cinta tanah air wujud dari keimanan.Tidak salah jika ulama nasionalis dan kaum santri terus memakai jargon keren ini. Keimanan dan keislaman seseorang melahirkan semangat cinta tanah air sebab tanpa adanya tanah air, tanpa adanya keamanan, tanpa adanya kemerdekaan, tidak adanya kedamaian dan ketenteraman pasti kita akan sulit untuk melaksanakan ajaran agama. Kita tidak akan nyaman beribadah jika kita masih dalam cengkeraman penjajahan. Diliputi ketakutan dan dentuman bom tentulah sangat menyakitkan wahai kawan, mengganggu konsentrasi kita dalam menyembah Tuhan. Kita harus bersyukur atas nikmatnya kemerdekaan, anugerah terindah dari Tuhan. Tidak semua manusia bisa merasakan nikmat kemerdekaan ini. Berapa jumlah nyawa para pahlawan tak terhitung sebagai taruhan untuk mencapai kemerdekaan ini. Masihkah menganggap negara ini negara kafir? *Kyai Suryono Zakka*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar