Koplak! Ngaku-ngaku Ulama ke DPR Bela Teroris Munarman dan Rizieq Shihab Koplak bener. Segerombolan orang mengaku sebagai ulama dan habaib. Mereka berbondong ke DPR yang juga koplak karena mau menerima mereka. Rupanya para pengikut kelompok radikal, intoleran, dan teroris FPI dan HTI mendatangi DPR, karena terpojok. Mereka kehilanngan sumber provokator politik pentolan ISIS Rizieq Shihab dan teroris Munarman. Karena keduanya mendatangkan duit. Maka mereka pun menciptakan istilah bagi kelompok mereka: Ahlus Sunnah Waljamaah. Untuk memerdaya umat Islam. Seperti biasa mereka mengangkat diri sendiri, mengklaim sebagai ulama dan keturunan nabi alias habaib. Di DPR pun mereka meneriakkan slogan diskriminasi, kriminalisasi, ketidakadilan. Koplak bener. Mereka melawan logika dan kebenaran. Kaum munafik. Salah satu contoh publik ingin MUI bubar karena terbukti Ahmad Zain An Najah adalah teroris yang bercokol di MUI. Para pendukung teroris Munarman dan Rizieq ini menyebut ada diskriminasi. Di depan DPR mereka membela tiga teroris yang ditangkap Densus 88; Ahmad Zain An Najah Farid Ahmad Okbah, dan Anung Al-Hamat. Para begundal pembela teroris ini bukanlah ulama. Ulama yang bener akan mengedepankan amar ma'ruf nahi munkar. Ini yang terjadi adalah malah mereka membela keburukan, kejahatan, terorisme. Habib cabul nan mesum seperti Rizieq Shihab tak layak untuk dibela. Apalagi sampai seruan jihad. Sesat. Rizieq pun tak berani untuk melakukan sumpah mubahalah terkait kasus chat mesumnya. Para pembela teroris Munarman dan Rizieq Shihab adalah para kepanjangan tangan tukang obat. Karena mereka akan mendapatkan keuntungan finansial dengan perilaku politisasi agama. Mereka paling senang mengelabuhi publik, orang awam, umat dengan idiom agama: kriminalisasi ulama. Pun Rizieq Shihab bukanlah ulama. Tidak bisa berbahasa Arab, tidak pernah belajar agama secara benar. Makanya dia menjadi provokator, tukang tipu dan pembuat fitnah. Rizieq bekas tukang parkir. Demikian pula Munarman yang kaki tangan MRS. MRS dan Munarman mendapatkan keuntungan bisnis membodohi umat. Dari seruan jihad, Rizieq dan kawan-kawan masuk ke ranah politik. Di situlah mereka berkiprah mengeruk keuntungan dari politikus dan umat yang mereka bodohi. Publik juga mulai cerdas. DPR yang menerima para begundal politik yang mengatasnamakan agama juga tidak usah dianggap. Sama-sama koplak. Memang kurang kerjaan DPR. Publik juga paham memang pangsa pasar politik mereka adalah kaum radikal. Jadi tidak mengherankan ketika DPR mengakomodasi para pembela teroris Munarman dan pentolan ormas teroris FPI Rizieq Shihab. Pengaduan gerombolan itu salah kaprah. Pun tidak ada perlakuan diskriminatif dalam kasus hukum terhadap Rizieq Shihab maupun teroris Munarman. Alasan dan tuduhan diskriminatif selalu digunakan untuk menuduh pemerintahan Jokowi melakukan kriminalisasi. Kriminalisasi ulama. Faktanya adalah Jokowi, Kapolri, Densus 88 menindak Rizieq Shihab sesuai hukum. Peradilan terbuka. Tidak ada yang ditutupi. Munarman dan Rizieq ditangkap karena mereka adalah para kriminal. Publik jangan terkecoh kampanye media dan media sosial kriminalisasi ulama. Yang benar justru yang mengaku ulama melakukan tindakan kriminal. Para bromocorah, penjahat seperti Munarnam, Hanif Alatas, Rizieq Shihab mengatasnamakan ulama atau ustadz untuk berbuat kriminal. Justru terminologi yang benar adalah ulamaisasi kriminal. Yaitu para kriminal atau penjahat yang dijadikan ulama. Bahar Smith segala dianggap ulama. Ini meminjam istilah dari Gus Fuad Plered. Koplak bener. Setiap ada penjahat yang melakukan perbuatan melawan hukum digelari ulama. DPR juga koplak dan bahlul menerima gerombolan yang mengaku ulama. Trus siapa yang mengangkat mereka sebagai ulama? Pun narasinya tidak berdasarkan fakta hukum. Hanya kebencian yang mereka kedepankan dengan kedok membela ulama, membela agama. Sungguh mereka adalah para penipu umat. Dan, DPR pun ikut irama genderang perang narasi kejahatan para penjahat berkedok agama. (Penulis; Ninoy Karundeng).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar