KataKita - USTADZ SUKA BOHONG Aku heran dengan ustadz yang suka bohong. Jaman sekarang agama dijadikan komoditi jualan sehingga hanya menciptakan generasi para munafik. Yang pertama adalah partai agama yang mengatakan bahwa pilih pemimpin kafir atau pilih pemimpin wanita haram tapi di tempat lain justru mendukung pemimpin non muslim dan pemimpin wanita untuk jadi kepala daerah. Yang kedua adalah koalisi kampret yang sok relijius bilang anti Cina anti kapir padahal Capres yang dulu didukungnya adalah keturunan Cina dan berasal dari latar belakang keluarga non muslim. Ibu, adik dan kakaknya juga non muslim. Dia sendiri masuk Islam karena mau nikah dengan anak Presiden. Yang ketiga ada Sanusi (santun tapi korupsi), anggota dewan yang ingin menerapkan syariat Islam di Jakarta tapi kemudian masuk bui karena kasus korupsi. Yang keempat ada Bibib Brizik yang bilang bahwa orang yang ada di video yang menyatakan bahwa Pancasila Sukarno letaknya ada di pantat adalah bukan dirinya. Emang dipikirnya orang se-Indonesia matanya buta semua ya? Yang kelima ada ustad Kweetiauw yang bilang selfie haram tapi ketahuan selfie di tempat wisata dan juga posting "terima kasih ya yang kemarin sudah selfie bareng." Yang keenam ada AA Game yang menyebar foto hoax soal banjir Jakarta seolah itu adalah kesalahan Ahok padahal itu adalah foto banjir Jakarta beberapa tahun yang lalu saat Ahok belum jadi Gubernur Jakarta. Yang ketujuh adalah si Patri Alis, hakim MK yang relijius dan gemar khotbah. Dia bilang “Demi Allah saya dizalimi” soal kasus suap yang dituduhkan kepadanya. Tapi setelah terbukti diapun akhirnya diam seribu bahasa. Di depan Majelis Kehormatan MK akhirnya dia mengaku bersalah. Yang kedelapan adalah sang ketua lembaga fatwa. Meski telah disumpah di bawah Al Quran sebagai saksi, dia mengaku tidak ada komunikasi dengan Pak Mangkrak. Eehh..... satu hari kemudian justru Pak Mangkrak yang mengakui sendiri bahwa dia telah berkomunikasi dengan pak ketua lembaga fatwa soal Pilkada DKI. Yang kesembilan adalah Baginda Jontor, kader PKS yang bisa juga dianggap sebagai ustadz oleh para pengikutnya. Dia mengatakan bahwa foto Ahok bersalaman dengan raja Salman adalah hoax tapi kemudian dia menghapusnya karena ketahuan sudah berbohong. Yang kesepuluh adalah ustadz Tengkyu yang ketakutan karena dihadang suku Dayak di bandara karena pernah hina suku Dayak dengan mengatakan suku Dayak kapir dan tak pantas masuk sorga (ada video aslinya juga looh) tapi kemudian ngeles dan bilang bahwa dia tak pernah hina suku Dayak. Yang kesebelas ada Cagub yang diusung partai agama yang bilang DP rumah nol persen tapi kemudian ingkar dan bilang bahwa dia tidak pernah bilang seperti itu (padahal videonya saat dia bilang begitu juga ada lhoo,,,,,) Yang terakhir dan yang terbaru adalah ketua GNPF MUI yang mengaku bahwa kasusnya soal dugaan penyimpangan dana umat (dan mungkin juga soal sumbangan dana untuk teroris Suriah) sudah ditutup oleh Kapolri tapi kemudian hal ini dibantah oleh Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar yang mengatakan bahwa kasus tersebut terus berjalan dan sekarang berada dalam tahap penyidikan. Saya tidak ingin menjelekkan para ustadz. Ustadz NU yang sederhana, jujur, tulus dan mengabdi di desa-desa juga masih banyak dan saya sangat salut dengan perjuangan dan keikhlasan mereka. Tapi ustadz yang jual agama demi kepentingan pulitik sekarang juga sedang mewabah bahkan jadi trend di kota-kota dan di kampus-kampus. Saya hanya ingin menunjukkan bahwa ambisi politik, ego dan kepentingan kelompok telah menodai kemurnian dan kesucian agama sehingga hanya dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan dan ambisinya sendiri. Semua orang bisa terbius oleh ego dan hawa nafsu, termasuk ulama dan ustadz yang juga hanya manusia biasa seperti kita. Bohong besar fatwa dari ustadz tivi yang mengatakan bahwa sesalah-salahnya dan seburuk-buruknya ulama adalah sebaik-baik dan sebenar-benarnya kita. Saya tidak benci ustadz. Saya hanya benci kemunafikan dan orang-orang yang suka menjual agama demi kepentingan pribadi dan kelompoknya. Jika bicara soal penistaan agama maka justru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar